Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Senin, 26 Desember 2011

PELAJARAN DIANTARA PENGIKUT: Mexico dan Phillipine, China Taiwan dan Korea Selatan, Pakistan dan Indonesia

   Pengikut Amerika Serikat yang paling senior adalah kelas penguasa Tuan tanah Mexico. Kemudian Phillipine menjadi wilayah protektorat Amerika Serikat sejak selesai Perang Dunia Pertama. Sedangkan Pakistan menjadi pengikut Amerika Serikat sejak Jendral Zia Ul Haq, dan Jendral Musyaraf, sejak India punya bom nuklir. Indonesia jadi pengikut Amerika yang paling muda, sejak Bung Karno digulingkan oleh Amerika. Bung Karno tidak disukai Amerika Serikat karena, yang pertama; sempat dicurigai oleh Amerika pro Jepang dalam PD II, kemudian makin tidak disukai ketika Bung Karno menjalin persahabatan dengan bekas USSR dan Blok Timur pada era perang dingin. Amerika segera mengganti Bung Karno dengan rezim Orde baru tahun  1965.
   Dilihat dari kesamaannya, Mexico dan Phillipines, sama-sama negara dengan masyarakat mayoritas Katholik yang taat, dibawa oleh Kerajaan Spanyol pada abad pertengahan.

   Sedangkan China Taiwan dan Korea Selatan kemudian menjadi pengikut Amerika Serikat pula. Taiwan menjadi pengikut Amerika sejak Chiang Kai Sek kalah perang melawan tentara merah Mao di mainland China. Dan Korea Selatan merapat ke Amerika minta perlindungan karena takut diduduki Korea Utara yang sosialis.

  Pakistan : Bekas Negara Non Blok yang  dikatakan amoral oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat era perang dingin, John Foster Dulles, karena tidak berpihak untuk menghadapi perang dingin. Pakistan ditinggal mati Pemimpin Bangsanya, Ali Jinnah. Mirip dengan Soekarno di Indonesia, kepemimpinan Pakistan cepat diganti oleh golongan militer yang pro Amerika Serikat.
  Sejak Ali Bhuto digantung, konon karena permusuhan antar keluaga kaya,  Negara itu sudah menjadi pengikut Amerika Serikat lahir-bathin, dipimpin oleh kaum militer Zia Ul Haq dan perdana menteri sipil langsung dioper oleh militer lagi oleh Jendral Musyaraf. Dengan dalih Pakistan takut kepada India yang mempunyai bom atom dan dekat dengan USSR, tetap mempertahankan kedekatannya sesudah USSR bubar, menjadi Republik Russia. Negara Pakistan hampir 100 % penduduknya beragama Islam, lebih dekat dengan kehidupan oasis di padang pasir daripada Muslim di Indonesia, hampir semua bisa baca tulis bahasa Arab.
   Penduduk Negara ini sebenarnya dulu ya sama sama penduduk India, hanya pertentangan antara Islam dan Hindu mengenai persoalan ritual, umpama persoalan sapi, dan lain-lain  prosesi keagamaan dianggap sangat penting. Mudah menyulut garis keras dalam menjalani agama masing masing, makanya ngotot pisah.
Berkaca pada konflik berbasis religial antara Pakistan India ini, tidak heran ketika puluhan tahun kemudian pertentangan Palestina dan Israel menempatkan Amerika Serikat dalam situasi yang sulit.
  Demokrasi, yang mengatur kepekaan dari kelas Penguasa, Industrialis dan Tuan tanah terhadap  infra structure yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak tidak berjalan semestinya,  ditimpakan kepada sentiment anti Amerika Serikat.

Indonesia:
  Indonesia jadi pengikut Amerika Serikat karena Golongan Orde Baru secara ekonomi dan politik kemudian sosial-budaya memang pengagum, dan nge “fans”secara fanatik kepada Amerika Serikat, terutama pada cara hidup Amerika yang selalu nampak gemerlap dan enteng.
  Tahun 1965 Orde Baru, militer dan ormas yang didukung oleh Amerika membantai semua orang yang dicap kiri  karena anti Imperialisme, dan anti dominasi  satu bangsa terhadap yang lain (maklum bekas jajahan). 
Masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Karena itu mau tidak mau kaum Muslim di Indonesia beraliran moderat, karena iklim tropic basah dan pertanian sawah tergantung pada kaum wanita, ancaman paling hebat adalah penyakit dan parasit, ecto  dan endoparasite yang pengobatannya menjadi domain kalangan wanita, karena kaum wanita lebih teliti, ini sudah bejalan sudah ribuan tahun (matriarchat).  
Sedangkan Hinduisme saja yang sudah ribuan tahun berpengaruh di Nusantara tidak bisa menancapkan patriarchal murni akan tetapi bercampur dengan matriarchal yang diperoleh dari alam tropic basah.
Sedangkan Islam mengikatkan dirinya pada patriarchal padang pasir yang diperlunak, artinya bayi perempuan tidak dibunuh, itu adalah  jahiliah yang dikutuk.
Kaum Muslim di negeri ini masygul dan heran mengapa Amerika Serikat sangat membela Israel. Sebenarnya tidak, Israel hanya kuuaya sekali (very rich), dan di AS semua bisa dibeli, itu saja.
Hanya mereka tidak habis mengerti sifat orang padang pasir bila saling berperang, yang kalah dihabisi seluruh puaknya, yang menang dapat makanannya.
Bagi yang penghuni wilayah tropic basah, ribuan tahun bayi bayinya dimakan malaria  dan berbagai penyakit, yang bertahan sampai dewasa hanya kurang dari 10 %.
Bayi kok dibunuh, di tropic orang heran atas perilaku padang pasir ini, wong kalau bisa besar sedikit saja, anak kecil bisa cari makan sendiri, resources alami hampir tidak terbatas di hutan-hutan.
Kalau di Oasis situasinya gimana ?? Kering, keras dan tough life.

Pola yang nampak jelas beda dari “pengikut” Amerika Serikat adalah dalam pengembangan infra structure, pasangan pengikut-pengikut yang disebutkan sebagai contoh ini Mexico dengan Phillipine, China Taiwan dengan Korea Selatan dan Pakistan dengan Indonesia.

Infra Strukture:
Phillipine, dikuasai oleh para Tuan Tanah keturunan Spanyol, dan sebagai Pengusasa tradisional turun temurun, puluhan generasi memperlakukan infra structure Negaranya untuk keperluan mereka sendiri, yang tanahnya paling baik dan luas sekali, hanya perlu jalan dan jembatan antara Pabrik Gula, gudang-gudang dan pelabuhan. Mereka, si Tuan-Tuan Tanah yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi tanahnya luas sekali hanya memerlukan itu. Tentu saja Cathedral dan Mansions dan Haciendas, juga diperlukan.  Jadi bila infra struktur di negeri-negeri ini tidak memadai untuk perkembangan  selanjutnya, ya  maklum.

Mexico begitu juga, para tuan tanah sekaligus Raja Minyak mentah sebab dibor di tanah mereka, kekuasaan Negara di tangan mereka dari generasi ke gererasi hidupnya dihabiskan di Florida dan California, sangat kaya. Sedangkan Para Panco Villa (rakyat jelata) sudah puas dengan kuda-kuda dan keledai-keledainya sejak lama, buat apa infra structure banyak memakan beaya. Begitulah Negara yang dikendalikan oleh para Tuan tanah, dengan  banyak Haciendanya lebih banyak lagi di Florida dan California.
Sedangkan Amerika Serikat adalah pendukung mereka yang handal, apa saja punya, dengan beaya tentunya. Pemerintahan Amerika Serikan dari Congressman ke Senator dan deretan Senor Le Presidente Democrat atau Republic sama saja butuh buaaanyak uang untuk kampanye, klop bertangkup tangan dengan para pemilik Latifundia.
Infra struktur di Mexico ? sudah cukup itu, ndak sepadan dengan potensi Negaranya, wong memang ndak mau repot.

Lha sekarang China Taiwan.
Besarnya Cuma se Jawa Timur, bermusuhan dengan Cina Daratan yang sosialis, itu dulu. Sekarang kita bisa melihat di channel TV kalau paham new sosialis versi China adalah " Visi Sosialis China adalah kita menjadi kaya bersama", ujar Deng alm.
Dari Pulau kecil Formosa atau Taiwan dijadikan benteng, infra structure militer maupun ekonomi segera dibangun, bukan di Kausyung (Kaoh Siung) saja, tapi di seluruh negeri.
Rakyat pengikut  dari Daratan cuma sedikit, sebagian besar balatentara Chiang Kai Shek, dan Penduduk Asli banyak diintegrasikan, sekolah dengan buku dari seluruh dunia walau jiplakan tidak peduli, itu dulu.
Ciang Kai Shek rupanya putar haluan, dia dan kroninya sudah malang melintang, jadi embahnya dan datuknya korupsi di China Daratan, sudah kapok rupanya, pulau ini mendapat berkah oleh kesadaran mereka. Mereka bangun infra structure untuk bekal masyarakatnya mencintai rezimnya, iya  cuma sebanyak penduduk Jawa Timur.  Infra strukturnya cukup untuk bekal merdeka, karena kroni Ciang dan bangsanya memang rajin dan ingin merdeka. Utusan Taiwan khusus datang ke Wahington, Senator dapat setoran, Congressmen dapat, President dapat, pokoknya pulau ini jangan sampai dicaplok Republik Rakyat China Daratan yang sosialis. Uang bantuan dari Amerika Serikat dipakai (masih banyak sisanya) untuk dagang dan membangun infra structure, kan cuma se Jawa Timur ? Cukup untuk modal merdeka.

 Korea Selatan.
  Negara ini lebih aneh lagi, pernah tersisa selebar bayangan payung, selain itu sudah di tangan Korea Utara balatentara Jendral China Lin Piao, sudah itu Jendral Mc Arthur mendaratkan Marinir Amerika jauh di Utara kalau nggak salah di Inchon, nah tentara jendral Lin Piao terputus garis garis supply-nya, tepaksa mundur tergesa-gesa. Maka itu bangsa Korea Selatan yang dibantu Amerika Serikat semua pernah mengungsi, nyaris kehilangan negara.
  Presiden Syingman Rhee yang kurang tanggap terhadap semangat rakyatnya di coup d’etat oleh Jendral Park Chung Hee, mulai pembangunan dengan tempo cepat infra structure untuk mengimbangi indutrialisasi, sekaligus menyiapkan kaum pekerja yang disiplin dan murah. untuk para Chaebol. Meskipun President Park terbunuh oleh cup d’etat, tapi garis perjuangannya masih dikembangkan oleh para Pemimpin dan Chaebol (seperti Kabushiki Kaisha (KK) di Jepang), Korporasi raksasa yang dekat dengan Pemerintahan. Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh, itu bedanya dengan rezim Orde Barunya Jendral Suharto, kapitalis iya, tapi unsur unsur Nasionalis yang mendarah daging ada disana (Jepang) di Indonesia tidak, cuma kapitalisnya saja.
Tidak salah, pandangan Chaebol ini terhadap unsur sumber daya manusia Korea Selatan  ya mengherankan uniquenya. Ya Korea Selatan ini memang tukang tempeleng, tapi menyediakan Infra strukture dibangun untuk hidup rakyat lebih nyaman, seimbang di semua wilayah dan lebih dari cukup untuk merdeka bahkan seratus tahun lagi.

  Lha sekarang Pakistan, bagaimana Pemimpin masyarakat Pakistan bereaksi terhadap kemajuan zaman sejak lima puluh tahun terakhir?
Rupanya mereka kurang peka terhadap pertambahan penduduk selama lima  puluh tahun ini, rakyat menuntut kenyamanan sanitasi dan hidup sehat, memerlukan infra structure yang mendesak, kota dan penghidupanya lebih mirip dengan kota oasis, tidak ada sanitasi umum, jadi tidak nyaman, kemarahan yang tidak dimengerti ini, menyebabkan Kelas Penguasa yang sudah tradisional, keluarga keluarga kaya berlindung dari rakyatnya sendiri kepada Amerika Serikat.
  Kemarahan rakyat, dengan dalih apa saja bisa terjadi, apalagi sekarang zamannya Islam garis keras.

Sesama pengikut Amerika Serikat ke-enam Negara yang diambil sebagai contoh sebenarnya berbeda-beda dalam pengetrapan niatnya sebagai ”pengikut”.

Sebaliknya ada Pemimpin Domestik lokal yang yang bersifat “centeng”, Rezimnya berlindung di bawah Amerika Serikat, supaya leluasa menggurita dengan korupsi kolusi  dan nepotisme, terutama untuk dilindungi kroninya dari rakyatnya sendiri, artinya Pemerintah Amerika Serikat diharapkan menjamin kehidupan korup elite ini, e...e kok enggak. Amerika hanya merekomendasikan hutang pada World Bank, IMF, Asian Development Bank, jangan salah lembaga fund ini bukan negara, mereka tidak punya Nasionalitas, mereka Trans-nasional,  yang amat sangat perhitungan, sehingga lebih dari 20% hutang kotor sudah kembali berbentuk fee pada Consultant, mark up untuk ongkos proposals designs dan supervisions dari projects, lebih suka yang cukup lama hinga selesai, dan setiap tahun digabungkan dengan bargain politik baru, lanjut apa enggak.
Yang penting infra tructure bantuan macam ini hampir tidak ada arti buat otot kemerdekaan. 
Cuma itu, boro-boro Anggaran Belanja Negaranya untuk membangun infra stukture yang canggih, memajukan pendidikan, wong seluruh Republiknya saja  hanya Republik Pura-pura.
Yang dipiara bukan Kaisha, bukan Chaebol, bukan Penarik Pajak yang kerja untuk Negara, tapi penguasa Pajak, Negara hanya disetor sisanya, malah hasilnya disimpan oleh Pendamping yang layaknya putri, dimaui oleh seluruh bank bank - di Bank Negara, hanya untuk “tambel butuh” untuk Bank yang “dikhawatirkan” kalah clearing 6,5 triliun, oh sayangku oh kekasihku aku tombokin elu ! e e malah lari keluar negeri.
Pemimpin yang beginian kerjaan sesungguhnya adalah Centeng beneran. 
Wong di dalam negara ini ada lembaga yang terima upah sebagai pembelian “keberpihakan”, ah kok sulit sekali ya untuk mengakui hal ini, ya merasa tidak salah gitu saja kok repot, padahal lembaga penegak hukum lho itu.
Ya jangan salahkan Amerika Serikat, wong dia kan hanya akan membangun infra structure di negerinya sendiri, cari modal, perkara lain bukan urusannya. Buktinya atas upayanya sendiri Republik Korea Selatan bisa merdeka, Republik China Taiwan bisa merdeka. (*)

Minggu, 18 Desember 2011

PENGHIJAUAN

Sejak Bhumi Nusantara terasa gundul, maka lahirlah istilah penghijauan.
Di Pulau Jawa, waktu aku umur 10  tahun setiap rumah tangga memakai kayu bakar sebagai bahan bakar masak di dapur, atau bagi rumah tangga kaya, mereka memakai arang kayu. Sejak tahun lima puluhan mulai dipakai kompor minyak tanah dengan konstruksi pembakaran sumbu yang diperpanjang dengan semacam ruang pembakaran taambahan sejengkal lebih, sehingga pembakaran uap minyak tanah menjadi lebih semurna. Konstruksi ini sederhana, tapi model kompor ini tidak pernah ada sebelum tahun 1950  atau sekitar tahun itu. Maka rumah tanggalah yang menjadi sasaran kritik terhadap penggundulan hutan, selama Perang Pasifik dan perang Kemerdekaan kira-kira 10 tahun, dari 1940 sampai 1950. 
Di luar pulau Jawa, yakni  pulau Sumatra, dan  pulau  Kalimantan masih sama sekali belum terjamah, karena kebutuhan kayu bakar dan arang ( khusus untuk menyetrika baju, membakar  sate dll) masih tidak berarti sama sekali dibandingkan dengan luas hutan rimba. Di pulau-pulau itu mulai terasa pembabatan  hutan, semenjak glondong berdiameter raksasa sampai satu meter laku keras untuk di di export tahun 1955 ke atas,  terutama untuk membuat veneer pencetak beton, sebab Dunia lagi booming, ekonomi berkembang pesat, kot- kota Negara Industri diperbaharui dengan beton terutama untuk bangunan pencakar langit jalan dan jembatan, viaduct saluran air dsb .  Semua ini untuk memenuhi kebutuhan gedung- gedung perkantoran, hunian condominium, jalan-jalan dan jembatan maupun viaducts, saluaran-saluran dll. Sampai sekarang masih meningkat scara progressive.
Hingga sekarang kita punya hutan primer sudah tinggal sangat langka, sedang hutan rimba di pulau Sumatera dan Kalimantan sekarang jadi tinggal 40 % dibabat dengan segala dalih. 
Saya amati benar yang terjadi  di pulau Sulawesi,  pulau yang sangat khusus karena sebagian besar  sangat tipis, bingga cuma 50 km  menurut garis potong lurus, puncak tetinggi di tempat tanah genting itu hanya sekitar 200 m di atas muka laut, tapi meliuk-liuk panjang sekali. Akan ternyata bahwa pulau ini, terutama di tanah gentingnya,  problem hutannya sama dengan pulau pulau kecil di NTT.
Setengah abad terakhir dari abad 20, Dunia jadi ramai karena issue penghijauan kembali, sudah sangat akut, bahkan ada indikasi terjadi pemanasan global, karena efek rumah kaca, terjadi ketidak-seimbangan antara CO2 yang dihasilkan dari pembakaran semak, dan hutan sebagai penyumbang CO2, dan jauh lebih penting hutan rimba merupakan pengguna terbesar CO2, mengurangi kadar CO2 dari udara kita, yang dicemari berat oleh pabrik-pabrik di negara Industri, mengurangi efek rumah kaca.
Issue mengenai penghutanan kembali di Indonesia menjadi ajang apa saja yang sangat ramai, umpama:
-Untuk bumbu ngomong supaya terdengar lebih berbobot:
-Iklan iklan di TV agar nampak sangat anggun, ditayangkan dua kali sehari padahal nyatanya ya cuma iklan, beberapa anak menanam pohon dari bibit.
-Menggunakan issue penghijauan untuk mencari popularitas saat kampanye: Padahal ngomong doang, atau cuma simbolik saja memberi bibit kayu rimba bahkan bibit apa saja dan di shoot TV dari bermacam sudut, trus ditayang berkali -kali diberita minggu ini, mesti saja dengan bayaran.
Menggunakan issue penghijauan untuk mencari dana buat keperluan lain: 
Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas-Dinas yang ada dana supaya kelihatan terpakai, Yayasan -Yayasan supaya kelihatan keren:
Membagikan bibit buah-buahan dan tamanan pelindung di perempatan jalan ramai di shoot TV entah lanjutannya untuk apa.
Menggunakan issue penghijauan untuk performance upacara:
Bapak Penjabat apa saja desertai dengan puluhan pengikutnya berseragam training set, disertai dengan puluhan bahkan ratusan Pramuka, bener-bener menanam bibit pepohonan di lahan terbuka (entah bisa hidup berapa lama bibit pohon itu ?), setelah itu entah jadi apa?. Wong hanya upacara.
Melihat itu semua orang (saya terutama) jadi eneg deh.
Kok bisa bisanya, hari gini issue penghijauan yang sudah jadi taruhan perubahan iklim, kok masih dibuat mainan. Please, jangan jadikan penghijauan sebagai acara seremonial belaka.

Memang, bila dicermati, lahan-lahan yang terbuka, malah waktu kemarau nampak gundul karena semak semaknya yang tetumbuhan musiman mati, itu memang ada sebabnya.
Mestinya jauh jauh hari, mbok mereka yang mengerti  soal tanam menanam itu memberi pengertian, artinya Lillahi Ta’Alla.
Menanam kembali lahan terbuka, itu bukan kerja sehari dua hari, harus ada pemeliharaan selama paling sedikit sampai tumbuhan yang ditanam itu bisa mandiri, persis seperti memelihara bayinya apa saja, syukurlah kepada Sang Pencipta, bahwa bayinya tumbuhan yang bisa sebesar pepohonan yang diameternya bisa semeter tanpa di bantu manusia itu, syaratnya kan hanya melihat hanya selama tiga musim kemarau saja. Hanya mengamati bibit tumbuhan apa saja yang baru ditanam pada kemarau pertama, pada pemarau ke-dua, dan pada kemarau ke-tiga.
Artinya apakah tumbuhan yang kita tanam di lahan terbuka itu masih mendapatkan air apa tidak ? Soalnya kemarau pertama bibit itu akarnya masih pendek, tidak bisa mencapai lapisan tanah yang masih basah, kan kesempatan untuk membuat akar hanya maximum lima bulan ? Itupun bila bibit ditanam pada permulaan musim hujan ? Itupun bila bibitnya benar, ditanam dengan benar dan disiram sesudah ditanam.
Bibit tumbuhan yang benar : Kan kita nanam di lahan tebuka gundul waktu kemarau itu, yang mati,  kan tumbuhan semusim atau semak semak yang walau dia tumbuhan tahunan, tidak mampu mencari air. Lha kita menanam disitu, mestinya kita cari tumbuhan yang akarnya tumbuh kebawah dengan cepat memanjang, selama maximum 5 bulan sudah mencapai kedalaman yang aman di musim kemarau.
Apa ada tumbuhan macam itu ? `Pasti ada, Tanya sama Ahhlinya. Menanam tanaman yang akarnya cepat panjang menghunjam kebawah, memerlukan perlakuan khusus, wong bakatnya berakar panjang, jadi bibitnya ya akarnya panjang, jangan nanam yang akarnya pendek kerena putus.
Bila sudah di kantong plastik, bakat akarnya panyang, kan kantongnya harus extra panjang ?
Lahan, tanah yang kita  risih kok gundul dimusim kemarau itu ada apa ?
Lha bila dimusim hujan juga gundul  ya maaf, itu mungkin batu besar.
Tanah dengan dasar batu kapur, tanah miring, tanah berpasir dalam, itu memang rawan jadi lahan “kritis” artinya jadi sasaran kritik, sebab aku tidak tau kenapa dinamakan lahan ”kritis”.
Di lahan itu air hujan cepat hilang, atau lebih cepat mengalir di permukaan  yang miring (run off), atau cepat menyerap kebawah tanpa ada  lapisan penahan di zona akar yang normal, biasanya diatas batu dasar lapisan batu kapur yang mirip saringan, pori-porinya banyak dimana-mana, air hujan meresap jauh ke bawah zona perakaran, begitu pula tanah berpasir.
Bila bibit sudah dipilih dari yang berakar panjang,  lantas tanahnya macam apa ?
Ngototnya yang mau menanam pepohonan bagaimana?
Terhadap run off yang berat, kita ada akal membuat sabuk gunung (terrasering), atau  bila biaya mepet ya individual terassering.
Terhadap tanah yang tumbuh di atas bukit kapur yang porus,  kita lihat saja tunbuhan apa yang mampu bertahan di situasi itu, ya dia jadi pilihan kita untuk penghijauan.
Bila ngotot, ya pilih tunbuhan yang tahah kering, kita bantu sebisanya pada tiga musim kemarau yang pertama dengan menyiram sebisanya, mungkin pada kemarau ketiga akarnya sudan cukup menghunjam ke lapisan yang masih mengandung air.
Sudah itu di lereng, tanah dimana air hujan melorot kebawah zona akar, masih ada bagian lereng, yang di bawahnya ada batu besar atau ceruk batuan yang lebih massif, sehingga diatasnya tanah masih ada air terperangkap, disitu semak-semak tumbuh secara alami, bila tumbuhan yang kita maksud akan ditanam sebaiknya memilih tempat yang walau musin kemarau, masih ada segerombol tumbuhan yang masih hijau. 
Penduduk Pulau kecil di NTT pada musim kemarau yang panjang, terpaksa minum air yang menetes dari akar Pisang Saba (Musa  accuminata ) yang dipotong, dalam sehari semalan tertampung segelas air.
 Pisang yang sama, di sekitar Klakah di tengah-tengah wilayah berbukti rendah antara Selat Madura/Probolinggo dan Laut Selatan Lumajang, disitu tanah berbukit rendah, ada di bayangan hujan gunung- gunung  tinggi di barat maupun di timur, tanah lereng bukit dan hujannya  kurang, tapi wilayah itu merupakan tempat buah-buahan dijual sepanjang jalan, baik musim penghujan maupun musin kemarau.
Ternyata penduduk daerah itu ada yang mampu menanam pohon buah-buahan di lereng-lereng yang jauh dari sumber air,  yang mampu mereka tanam adalah; Nangka, Apukat, Pisang Saba dan Pisang jenis murahan yang lain, Kelapa muda, Kenitu (sebangsa Sawo warna kulitnya hijau, kadang Mangga). Kita bisa jadi merasa heran, kok bisa melewat tiga musim kemarau?  apakah pohon buah-buahan di atas bukit sana pernah dibantu disiram manusia ya ?
Pembaca, boro-boro nyiram pohon Nangka bayi di atas bukit, mandi saja harus pergi lima enam kilometer.
Caranya yang saya amati begini; di lereng tempat yang terpilih, mereka penduduk yang arif sesuai dengan kearifan lokal, mulai dengan menanam Pisang Saba, setelah tumbuh serumpun, perlu dua tiga tahun, kemudian di bawah persis serumpun Pisang Saba itu mereka tanami bibit Nangka setinggi dua jengkal, tentu saja di permulaan musim hujan, selama musim hujan no problem, air turun dari langit, biar run off seperti apa. 
Musim kemarau mulai ada problem, rerumputan sudah kering, kemudian semak-semak, namun rumpun Pisang tetap bertahan. Lha, si bibit Nangka yang ditanam dibawah rumpun Pisang tadi itu mendapatkan air dari tetesan air akar pohon Pisang yang sengaja dipotong dengan sabit, diulang-ulang sampai kemarau ganti musim hujan yang kedua bagi si bibit yang selamat melewati kemarau pertama.
Kemudian kemarau kedua, akar dan pohon Nangka sudah bertambah panjang, masih perlu naungan daun Pisang yang agak merana di musim kemarau, namun memadai.
Diulang pemotongan akar Pisang dengan menyisipkan arit di tempat perakaran Pisang dekat pohon Nangka yang ditanam, akhir kemarau kedua dilewati dengan selamat.
 Kemarau yang ketiga bibit Nangka telah besar lebih dari setengah meter, dengan akar yang cukup dalam, sehingga rumpun Pisang agak menggaggu pertumbuhan didongkel. Akhirnya seluruh rumpun Pisang didongkel pada tahun ke empat. Kemudian barulah  kita heran-heran kok ada pohon Nangka muda di lereng tinggi diatas bukit ? (Bila ada Penjabat Eselon yang melihat pohon Nangka tadi, namun tak tahu kisah nanamnya, Eselon itu kemungkinan langsung berteriak jumawa: “Lihat yang diatas bukit saja bisa ditanam Nangka, kenapa ndak minta dana untuk penghijauan besar besaran, kan gampang !” gitu ujarnya keras-keras.)
Padahal asal para pembaca tahu,  bibit buah-buahan macam-macam asal agak tahan kering dapat ditanam dengan cara yang sama. Karena belum pernah ada orang menyiram setinggi di atas lereng-lereng bukit.(*)
Semoga berguna. Wahai eselon belajarlah. 

Jumat, 16 Desember 2011

REPUBLIK PURA-PURA II


Aku dibesarkan saat Negara ini dilanda perang Kemerdekaan.
Tahun 1946 aku kelas satu SR dalam setahun aku berganti sekolah tiga kali karena mengungsi, ayahku bukan Pegawai Negri, saudaraku banyak sembilan orang. Tidak perduli, kaum pecinta kemerdekaan pilih mengungsi, bak bulu Garuda yang sedang berkelahi, tercerabut morat marit.  Zamanku adalah zaman romantisme, melaksanakan mimpi kemerdekaan. Kami mengungsi meninggalkan Kota Surabaya di Bulan Desember 1945 setelah hampir sebulan bertahan dari kepungan sekutu, semenjak pendaratan sekutu di Surabaya dan meletus pertempuran 10 Nopember 1945. Setelah insiden tewasnya Brigjen Malaby, sekutu membombardir Surabaya. Kami warga Surabaya tahunya hanya melawan NICA yang ikut menumpang kapal Inggris. Prinsipnya kami tidak ada masalah dengan Inggris. Hanya saja kata kakak tertuaku kita melawan NICA Belanda yang hendak kembali lagi menjajah Indonesia. Kakak tertuaku kemudian bergabung dengan Batalyon TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) kakakku itu namanya adalah Mukadi yang juga bertempur pada tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya, komandannya adalah Mas Isman.
Pembaca, karena rumahku di kawasan Tambak Sari Surabaya, maka pertempuran antara Arek-arek Suroboyo melawan serdadu Sekutu (kebanyakan resimen Gurkha, Inggris), adalah dekat. Aku lihat sendiri kakakku mengokang senjata dan menembak dengan senjata rampasan Jepang yang baru didapatnya membobol gudang-gudang logistik Jepang di Surabaya. Di radio suara Bung Tomo terus membakar semangat arek-arek Suroboyo.
Saat itu informasi yang kami dapat tidak jelas, apakah Inggris hanya akan melucuti tentara Jepang yang telah kalah perang, atau justru membantu NICA Belanda untuk come back berkuasa kembali di Surabaya. Yang jelas kami telah muak dengan penjajahan Belanda. Dan warga Surabaya telah siapkan 'penyambutan khusus'  berupa mitralyur bagi NICA dan sinyo Belanda. Untuk itu, kakakku Mukadi yang saat itu baru berumur 14 tahun, kelas 3 SMP ikut bertempur, dan sempat kulihat dia mengevakuasi kawannya yang gugur akibat tertembak persis di kepalanya. Kulihat Mas Gumbreg alm. pemegang Artileri anti serangan Udara di posisi dekat viaduk. Mas Gumbreg akhirnya gugur syahid setelah duel bertempur satu lawan satu dengan pesawat Sekutu, sampyuh, beliau gugur, pesawat musuh jatuh terbakar. Makamnya Mas Gumbreg ada di kompleks makam pahlawan di Ngagel, Surabaya sekarang.
Karena logistik menipis, dan tentara Indonesia memutuskan mundur dari Surabaya, maka pada Bulan Desember 1945 kami sekeluarga  mengungsi ke selatan, terus ke Sidoarjo, dan meninggalkan Jawa Timur, tujuan kami sekeluarga adalah Solo, tempat kakek nenekku tinggal. Di Solo kembali agressi Belanda, kami juga mengalami. Namun Alhamdulillah, masih diberi keselamatan oleh Alloh SWT.

Pada awal kemerdekaan, setelah tamat SMA dari SMA Negeri 2 Surabaya, (kakak kelasku dua tahun diatasku aku ingat betul adalah Tri Sutrisno, pemuda gagah yang juga ketua pelajar SMAN 2 Surabaya).  Singkatnya setelah lulus SMA, aku pilih sekolah di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, sekolah murah tinggal pilih. Saudara pembaca, maklumlah saat itu Negara Indonesia muda bak Garuda yang melebarkan sayap, meregangkan otot-otot, Negara harus dibangun di segala bidang, sekolah murah. Rakyat makan bulgur bantuan pangan dari Amerika (gandum biji kelas rendah belum digiling).
  Seperti yang sudah kuceritakan aku berhasil mendapat beasiswa ke Russia, akhirnya aku lulus dari  Fakultas Pertanian  dan balik ke Indonesia pada masa gawat-gawatnya di era 1965-1966.  Banyak kawanku yang memilih tinggal. Tapi dengan tulus  akupun memilih pulang.
Waktu itu karena serba dicurigai dan kadang dimusuhi, karena aku lulusan Russia, (yang lulusan barat dicintai setengah mati dan langsung jadi menteri). Tak terpikir aku bakal dapat nafkah dari mana, orang tua saya hanya pegawai swasta kecil seperti petani tak bertanah, tapi jelas kami adalah Republikan, yang mengalami menngungsi dari kota ke kota, kami semua ngebelain kakakku Mukadi yang umur empat belas tahun ikut memanggul senjata perlawanan hingga dewasa dan merdeka.

Kenyataan berkata lain, kami sungguh cinta Bung Karno, Geo Politik hanya ada dua pilihan ikut Barat atau Timur. Indonesia non blok dimaki 'tak bermoral' oleh Amerika. Bung Karno waspada dengan bujukan hutang Amerika, karena Bung Karno melihat imperialisme dibaliknya. Prinsip Bung Karno yang aku tahu adalah "Indonesia untuk Indonesia, bukan Indonesia untuk disedot asing".
Namun Amerika Serikat bukan macan kertas, buat apa dia mengusir Jepang dari Indonesia kalau engga dapet apa-apa? Karena negara baru seperti Indonesia ini dianggap kurang dekat dengan dia dan malah asyik ngobrol dengan blok musuhnya, segeralah Amerika menyatakan dirinya sebagai Adhi Kuasa di seluruh Dunia. Setelah sukses menggulingkan Bung Karno, CIA segera menggantikan pemimpin-pemimpin sipil di Indonesia  dengan para Jendral Angkatan Bersenjata. Seketika Garuda Merdeka langsung jadi rezim militer totaliter, di tahun 1965. Sipil yang berani berpikir kritis hilang atau dipenjara. Kritik sedikit, tangkap atau di-cut dari sistem ekonomi dan sosial. Kondisi jelas tidak menguntungkan bagi saya untuk berpendapat kritis, meski itu tidak bermaksud melawan militer, hanya sumbang saran saja saya masih berpikir : "awak ini sudah lulusan Russia berani omong pula, bisa-bisa awak langsung dapat tiket ke pulau Buru yang masih open 24 jam untuk para lulusan Russia".
Sejak itu secara sistimatik Republik Garuda dijadika Republik Pura-pura.
Dibentuk dongeng baru, “pambangunan yes politik no” yang dimaksud pembangunan di era Orde Purapura I,  adalah pembangunan Rezim yang secara total pengikut Amerika Serikat, yang artinya sejahteralah anak-anak si Tuan dan Nyonya, biarkan mati anak si Emboke dan Pake, entah mati bayi entah dewasa membakar diri, yang dimaksud dengan politik no adalah kekuasaan hanya monopoli rezim, nggak bakalan kekuasaan Negara untuk Rakyat.
Hanya beras untuk rakyat melimpah karena sarana partanian disubsidi besar besaran, selama minyak bumi dan emas untuk Tuan-Tuan di Wall Street masih ada, minyak bumi habis ya subsidi untuk seluruh sumberdaya Orde Purapura II habis. 
Karena namanya masih Republik Puapura II subsidi itu diganti dengan BLT ( Bantuan Langsung Tunai) untuk kaum miskin,, untuk beberapa lokasi dan beberapa bulan ya, sesudah itu ya purapura membantu saja, kenyataannya kaum miskin makin hari makin tambah banyak terimbas inflasi dan resesi di Amerika Serikat, negeri Tuan-Tuan kita.
Bukan karena kekurangan tapi karena orang super kaya yang beberapa persen saja mengatur Congress dan Pemerintahan AS, untuk memanjakan  mencarikan lahan jajahan baru, membuatkan infra structure baru untuk menggandakan uangnya, namanya “pertumbuhan”  dengan uang rakyat, oleh keringat dan darah rakyat Amerika Serikat  (yang gugur di Afganistan, Irak ? ). Ular ini waktunya berganti kulit yang lebih longgar, kerena gendutnya sudah menyesakkan kulit yang lama.
Celakanya ekonomi Negara kita sudah digadaikan ke Wall Street yang lagi di “duduki”  kaum menengah Amerika Serikat, (bukan ekor nya si menengah ini yang terinjak kaget, tapi perutnya yang tergencet, baru sadar dia).
Celakanya lagi, Republik Purapura kita sudah kadhung  terlanjur kalah tidak punya otot-otot infra structure untuk merdeka. Pemerintahan hanya bisa pura-pura saja, kabar terakhir mau buka satu juta Hektare lahan sawah, e e kok lagu lama.
Kapan  sawah hijau melambai disiarkan TV tentu saja cuma iklannya.?
Anggaran bejibun, hanya untuk pencitraan di TV.
Anggaran setiap Kementerian dihamburkan untuk siaran iklan di TV, di iklan ini pura-pura mendidik pemuda pemudinya di Sekolah Menengah Kejuruan yang canggih, dengan murid purapura dari para artis yang menggemaskan.
Purapura menanam pohon satu milyar pohon disiarkan sebagai iklan di TV setiap menjelang musim hujan, (toh akhirnya mati di musim kemarau pertama)  untuk mengganti penggundulan hutan yang sungguh sunguh, jutaan hektar per tahun yang tak terkendali.
Purapura mempersiapkan TKW dengan pelatihan  di iklan siaran TV, seolah olah Depnaker nya ada kemauan anggaran untuk itu.
Kok bisa-bisanya ya ?
Yang lebih elok lagi, di Republik Indonesia, ikutan purapura mengangkat derajad petani dengan menjadikan mereka petani plasma kebun kelapa sawit, di-shoot oleh perusaah iklan TV berlatar belakang rumah gedung yang jadi miliknya berkat kemitraan dengan perusahaan Inti sawit,  e e ternyata muka bopeng Penguasa nampak hari ini di TV. Setelah diredam nyaris dua bulan, borok ini muncul di permukaan, insiden maut meledak di Mesuji, Lampung, 20 petani dibantai oleh pihak mana belum jelas benar. Padahal sudah ada aparat keamanan di lokasi tapi petani gurem kok masih dibantai pula, (koran Surya 15/12/201), hanya untuk mencaplok desanya demi Perusaan Perkebunan P.T Silva Inhutani yang hendak memperluas lahannya. Kok ada jeruk makan jeruk ya,  yang aku baca dan lihat di media massa menurut Mayjen (purn) Saurip Kadi -yang telah disiarkan oleh berbagai media massa-, peristiwa ini sudah kesekian kalinya, tapi tidak muncul di media (sukses diredam).
Entah purapura apa lagi ini, kok sampai tega mengorbankan sekain puluh nyawa ?
Zamanku dulu adalah zaman romantisme, zaman rakyat (dalam pemilihan Konstiuante, Pemilihan umum yang pertama, Pemilu yang kedua ndak ada Golput) karena kami rakyat pada waktu itu bersungguh-sungguh mempersiapkan membangun Negara, yang korupsi ya ada, banyak, kami terlalu sibuk, membangun mimpi, wong pabrik semem Gresik saja baru dibangun.
Kebanyakan pemuda-pemudi memilih sekolah sesuai kemampuan otaknya, bukan untuk nafkah saja tapi untuk mimpi membangun Negaranya. Belajar jadi Ahli teknik, Sipil, Mesin, Kimia, Perkapalan, Geodesi dsb ok saja, mau jadi ahli Pertanian, Kedokteran Hewan, Farmasi, Paedagogy ok saja, maklum masyarakat negara yang romantis lagi akan membangun.
Sekarang lain lagi, cari yang lebih pragmatis, artinya tahu kenyataan, Negara ini sudah jadi Negaranya kaum hamba. ‘Scope’ keahlian para hamba lebih menyempit lagi. Raihlah keahlian menghitung dan menggandakan uang, carilah posisi keahlianmu dekat-dekat dengan gudang uang (tentu saja milik Tuan-Tuan kita di Wall Street sana), jadilah oportunis.  Raihlah keahlian Pengobatan, bukan karena Tuan-Tuan kita berpenyakitan, tapi para hamba masih sayang dengan nyawanya, daganganmu tidak pernah bisa ditawar,  sakitnya para hamba sudah beraneka macam, karena makan segala bahan kimia, pengawet, pelembab, pengering renyah, pengental, pewarna nurut citra bianglala, hasil tani rekayasa genetica dsb, mentalnya tidak sehat digerogoti credit card yang bunga-berbunga.
Ilmu Pengobatan adalah ilmu mempergunakan bahan kimia obat obatan bikinan pabrik canggih dan super mahal, benang operasi, clam micro,  pisau operasi laser, alat bantu pernafasan, alan pengendali tekanan darah, alat bantu memantau fungsi tubuh, anti biotica, Rumah Sakit adalah  barang khusus yang super mahal, konon honorarium para akhli pengobatan hanya dapat seperenam dari ongkos pengobatan seluruhnya ( kepemilikan modal dan keuntungan Rumah Sakit dan peralatannya yang canggih tidak bisa di bicarakan, sebab anonym)  yang merupakan sewa alat alat tersebut,  segitu saja sudah leluasa untuk berlibur keluar negeri dua kali setahun kadang kadang umroh untuk selingan, dan memadati perumahan mewah restoran mewah dan jalan raya dengan beberapa mobilnya, didunia para hamba ini, belum deposito dari devident Ruamah sakit dan alat alatnya yang disewakan super mahal.  Dilain Negara, kelemahan posisi si penderita dikuati Pemerintah.  
Jadi meraih keahlian selain mengatur uang Tuan Tuan kita, menghilangkan nyeri para hamba dan kankernya, memperpanjang hidup derita hamba hamba ini,masih menjanjikan imbalan lebih baik dari keahlian lain, karena soal nyawa dan rasa sakit, pasti disediakan dana olee penderita dan keluarganya.
Akhli Pendidikian ? Ya bolehlah , cetaklah hamba yang meneng manut mangan, tanpa kreasi sesuai dengan pesanan para Tuan.
Ini Republik Purapura II,  Republiknya para hamba, orang muda, jangan buang tempo ontuk belajar keahlian lain yang Tuanmu bisa dan tidak membutuhkan, jangan  bersaing  di bidang yang memerlukan sedikit Ahli saja  ahli Architecture) atau hanya melayani orang miskin (ahli Pertanian, ahli Pengobatan dan pemeliharaan hewan), siapa yang bayar ?, atau Korupsi saja mumpung ada kesempatan, pisang tidak berbuah duakali kan ?. Akhir kata Do'a saya : "Ya Alloh, untung Pulau Buru tempat pembuangan kawan-kawanku dari Russia sudah engkau tutup, dan kini (berkat usaha kaum buangan) Engkau jadikan lumbung padi yang makmur di Timur Indonesia sekarang, dan Boven Digul tempat pembuangan orang-orang berpikir jaman Belanda juga sudah Engkau jadikan monumen hidup, bahwa pikiran manusia tidak dapat dihilangkan,  dibungkam, dibuang dan dikekang. (*)

 



Selasa, 13 Desember 2011

JERUKKU SAYANG, JERUKKU MALANG

Ingin aku mengemukakan nasib jeruk kita (Citrus ) yang malang nan mengenaskan.
Empat puluh tahun yang lalu, kita masih mengenal jeruk dari Garut, dari Tawangmangu, dari Singaraja, dari Pacitan, ternyata kini nama daerah jeruk itu sudah tinggal kenangan. Mungkin jeruk di wilayah itu punah karena diserang CVPD (citrus vein phloem degeneration) syndrome, satu jenis serangan virus pohon jeruk yang tak kenal ampun, hampir semua verietas dan cultivar jeruk kita rentan terhadap serangan virus ini.
Virus ini ditularkan lewat vector hama pengisap Diaphorina citri, ada yang juga mennyebut thrips dan aphyds dan lain penghisap daun, malah ada penulis yang mengatakan bisa menular dengan kontak dengan alat alat menyanbungpun bisa menularkan virus. CVPD ini mmpunyai masa inkubasi yang panjang.
Jeruk keprok - C. reticulata - kena
Jeruk manis – C. sinensis - kena
Jeruk Bali,  C maxima cultivar “nambangan” - kena
Jeruk nipis semua varietas – kena dan sangat cepat symtome nya nampak.
Jeruk purut , nama lainnya jeruk makrut crossing dengan C. hystrix – tidak kena (Wikipedia)
Semua jeruk kita yang biasa sampai di pasaran kena tular virus ini kecuali jeruk purut.
Tandanya buahnya yang sudah dijual meskipun masak tanpa cacat apapun dari luar, di dalamnya sebagian atau semua air buahnya kering, tinggal isinya yang mengeras, dan dengan sendirinya relative lebih ringan.
Selama empat puluh tahun lebih lahan jeruk varietas “siem” selalu berpindah pindah, karena punah  diserang virus tersebut.
Cabang-cabangnya daunnya menguning dengan tulang daun masih hijau, akhirnya cabang cabang itu mati, seluruh tanaman merana dan mati.
Rupanya varietas Siem ini sangat disukai petani karena cepat berbuah dan berbuah luar biasa lebatnya, malah sifat ini menjadi problem sendiri dari penanam jeruk. Kecuali panen yang baik, cultivar ini juga bagus ditanam di dataran rendah bahkan bekas sawah. Empat lima tahun kemudian dilokasi itu seperti Ponorogo punah, pindah ke Jombang juga punah setelah empat lima tahun,  bgitu pula Pantai Utara P. Bali, dari Seririt sampai Tejakule.
Mojokerto kemudian Lumajang, Banyuwangi dan Terakhir di Jember Selatan.
Di Sulawesi Selatan di Bulukumba, kemudian di Malangke, daerah Palopo, entah sekarang.
Kini jeruk siem local di pasar pasar berasal dari Sumatra Utara atau dari Kalimantan Barat, dan jeruk bali (Pomelo )  cultivar “nambangan” dari Kabupaten Magetan dan Madiun masih sampai di pasaran bila musim yang sangat singkat, meskipun sebenarnya jeruk ini sangat tahan dijajakan berbulan-bulan.
Selain itu semua jeruk pasti  import, dari China, dari Thailand bahkan dari Pakistan.

Semua makhluk tumbuhan, binatang, termasuk manusia dapat terseang virus, dan obat penangkal virus tidak ada kecuali daya tahan organisme si terserang, malah bukan daya tahan saja daya tahan, tapi bahkan kekebalan tubuh organisme terseranglah  yang dapat diandalkan.  Jadi, jeruk local masih mempunyai harapan untuk berkembang, dengan persilangan dan seleksi yang sangat menguras tenaga, kesabaran dan beaya,
 bila upaya ini dikerjakan. Sayangnya tidak ada berita apakah upaya ini sudah dikerjakan dan sampai dimana?
Kehidupan memang silih beganti, satu cultivar bisa punah tapi satu species lebih liat perjuangannya untuk bertahan. Cultivar baru bisa timbul dengan sendirinya, tapi kebanyakan masih  dibantu hasil seleksi manusia, yang memperhatikan kemunculanya diantara populasi tanaman, terus diperbanyak.
Sudah banyak cultivar jeruk yang menghilang dari pasar seperti jeruk keprok Tawangmangu, jeruk keprok Madura yang khas kulitnya tidak halus dan tebal berwarna kehijauan, inipun saya curiga akibat serangan virus CVPD.

Saya cenderung ke pendapat Ir. Sutopo MSi dari Balitjespro yang menulis di Wikipedia bahwa CVPD merupakan kambing hitam dari sulitnya penananam jeruk masa kini. Secara keseluruhan hama hama tambah banyak, termasuk vector CVPD , alam sudah berubah.
Di samping itu sentra sentra penanaman jaruk yang dulu dmotori oleh Landbow Kring hampir delapan puluh hingga Sembilan puluh tahun yang lalu dizaman Penjajahan dan dibimbing secara “cultuur technisch” saya coba omong Belanda, en petani pananam jeruk masih sedikit, makin lama makin banyak petani yang asal tanam tanpa bimbingan teknis, karena jeruk memang budidaya yang menguntungkan, dan bimbingan teknis ini jadi projek, yang ada bila ada dana, terutana “Grant” asing.
Bahkan tahun delapan puluhan petani jeruk di pantai utara Pulau Bali sekitar Singaraja menantang bahwa bila saja tanaman jeruk Siem-nya bisa panen tiga kali saja, sudah untung,  yang kena ya disulam, kadang jumlah daun-daunya sama dengan jumlah pentilnya,  bahkan sayang untuk dikurangi !  Akhirnya, tahun tahun kemudian wilayah itu bukan sentra jeruk lagi.
Akhir tahun delapah puluhan saya kenal dengan seorang petani jeruk siem dari kota Purwokero, sekarang entah di mana lahannya yang ditengah kota itu, mengatakan bahwa dia abaikan CVPD itu karena dia mempertahankan rangka pohon ( jorget )  3 cabang kemudian diatasnya tiga lagi,  tidak pernah mengizinkan adanya cabang air yang banyak tumbuh, mempertahankan perbandingan jumlah daun sehat dan pentil (buah yang masih kecil sebesar kelereng) seingat saya satu pentil berbanding dengan 20 -25 daun sehat. Beliau pergunakan pestisida sistemik khusus untuk mengendalikan hama pengisap, selalu memberi pupuk berimbang dan memetik pentil yang berlebihan tanpa ampun, sungguh tahan uji kenalan saya ini.
Saya melihat tanaman jeruk kultivar grape fruit di Kecamanat Kemang Bogor, tepatnya ya di “Kavelling” para Penggede zaman Orba, selama lima tahun ini hanya berbuah lebat sekali, tiga tahun yang lalu, meskipun dipelihara baik (karena miliknya orang kaya), tapi jelas ndak pernah di pupuk organic maupun buatan  oleh penunggunya,
Karena orang kaya zaman Orba hanya mengerti mengambil hasil Negara,  ndak pernah mengerti memupuk Negara. Semoga ceritanya tidak habis disini, jeruk purut yang kebal terhadap virus CVPD ini apakah bukan merupakan suatu titik permulaan dari harapan ?

Bedanya Negara kita ini dengan Kerajaan Thailand, di sana uang juga dikuasai oleh Raja, bukan bukan oleh para Bankir saja. Kerajaan membeayai research pertanian jangka penjang secara konsekuen, sedangkan  di kita uang ada pada para bankers, yang allergy terhadap pertanian.(*)   

Selasa, 06 Desember 2011

REPUBLIK PURA-PURA

Aku hidup di Republik Purapura, lokasinya di khatulistiwa, yang jelas bukan Republik Singapura.
Yang saya akan bahas di sini adalah pendidikan warganya dan isi otak yang dihasilkannya selama President Diktator menguasainya selama satu setengah generasi bahkan dua generasi dengan pengaruh terhadap anak anak yang belum dewasa saat Orde ini bangkrut.

Berkah Perang Dingin antara Sovyet Rusia dan Amarika Serikat pada masa lalu, jatuh begitu saja berkah itu ke kaum Militer dan Presiden Diktatornya, yang telah membantu salah satu fihak dengan atrocities dan genocides pada rakyatnya sendiri.
Sang Diktator Mandataris berkuasa lama sekali, mengusai hampir satu setengah generasi.
Ternyata, bekas bekas dari kekuasaan militeristic ini  lama ada pada otak bergenerasi generasi warganya, karena melekat pada pendidikan yang dijejalkan sejak kecil semasa meliterisme berkuasa, sedang hasil pendidikan yang paling membekas di jiwa adalan pendidikan katakan sepuluh tahun yang pertama, para Pakar Paedagogy tahu itu.
Ciri khas dari meliterisme adalan pemujaan kekuatan fisik, sangat dekat pada semboyan “yang kuat adalah benar” bahasa pinternya adalah “the might is ringht”, tidak ada pertanyaan dan tidak ada perdebatan.
Dinegeriku ini, zaman Diktator Mandataris,  kaum militer menggunakan mereka yang memakai symbol symbol agama sebagai wahana ambisi politiknya, sebagai mitra untuk mendapatkan dukungan rakyat, akibatnya kaum politisi yang berideologi agama diberi angin asal tdak meminta bagian kekuasaan.
Akibatnya kaum politisi yang berbasis agama  yang bukan rochaniawan ini,
kaum politisi yang tidak mengenal kecanggihan agama menuntun manusia ke jalan yang benar ini, mamasukkan adat dan ritual  yang menjadi kulit luar agama kedalam kurikulum pendidikan umum pada setiap tingkatan, malah menuju ke fanatisme, rentan menjadi pengikut terorrisme kemudian, kenyataanya terjadi pada masa kini.

Untuk mengambil hati kaum beragama yang merupakan mayoritas penduduk negeri ini, Pemerintah menjadikan agama mata pelajaran pokok sekolah sekolah Negeri pada setiap tingkatan.
Ini benar, bila perekrutan para Ustadz, Pendeta, Pemangku   dalam menyajikan silabi seimbang,  yaitu seimbang antara bimbingan rokhani, budi pekerti, yang negacu pada tingkah laku dengan pengajaran bahasa, baca dan tulis dalam bahasa induk agama masing-masing.
Kebanyakan para pengajar agama lebih berat kepada baca tulis ayat-ayat suci tanpa mengemukakan pola tingkah laku agamawi yang tidak kurang pentingnya. Malah dalam tradisi yang masih kuno,  mengajar dengan otoriter  kasar maupun halus untuk mendapat kepatuhan sang murid, yang mestinya mengetengahkan kebijaksanaan kesabaran.
Malah oknum-oknum ini sesudah lengsernya kekuasaan militer masih berkiprah di Departemen Agama dan dimana mana dengan bau korupsi dan kolusi yang konyol di Republik Purapura ini, menjadikan hujjahnya mentertawakan.

Di kelas-kelas sekolah dasar tentu saja yang terkuat sekaligus ter “pandai” adalah Guru.
Waktu itu  perilaku otoriter sang Guru, otomatis adalah lambang dari -“the minght is right”- ini didukung oleh iklim seluruh Kekuasaan yang Despotic , begitulah perilaku guru terhadap muridnya sangat tergantung dari “moral attitude” dari pribadi pribadi sang guru, beliau beliau terbawa arus apa tidak. Yang terjadi  ya kebawa arus. Yang jelas kemutlakan  otoriter “kebenaran” yang didapat dari “kunci” jawaban “multiple choices” ada pada guru, didapat dari Atasan, para murid tidak bisa membantah, meskipun sering pertanyaan-pertanyaan dari multiple choices itu sendiri mempunyai multi tafsir, yang benar tetap “kunci” yang ada pada guru, inilah benih despotisme.
Yang tidak kurang pentingnya di zaman itu adalah membudayakan menghafal segala credo dan falsafah Negara untuk menghasilkan generasi yang hebat menurut versi meliter, yang dengan sendirinya diturut, bukan dari kesadaran yang di-induksi-kan dari mencontoh teladan yang baik.
Setelah masuk SMP dan SMU menjelang usia dewasa, anak didik diperkenalkan dengan despotisme yang nyata, Sang Kepala Sekolah memacu murid yang pintar kayak Gladiator, sedangkan segala keperluan mencetak Gladiator dibebankan kepada orang tua murid, untuk lulus di Perguruan Tinggi bergengsi. Dana membanjir masuk setelah para siswanya banyak yang diterima di Perguruan Tinggi bergensi, Sekolah dan Kepala Sekolahnya akan mencuat menarik para ortu kaya yang berani membayar tinggi, demi menjadi siswa di SMU ini. Seluruh waktunya habis untuk membahas soal multiple choices, dengan guru muda yang sudah kelelahan. (Siapa lagi yang guru yang mau kerja extra kecuali mereka yang masih belum diangkat Pegawai Negeri ?)

Akibat dari ketidak seimbangan silabi agama, mereka sering lupa ikrarnya, bahwa sebagai makhluk yang beragama, memandang alam  sangat pemurah, terus-menerus semakin mencurahkan rakhmatnya semakin deras, bila digali dengan ilmu pengetahuan,  hanya untuk melaksanakan ikrar  hidup  rakhman dan rakhim, bukan untuk bersaing berebutan demi nafsu duniawi yang egoistic, karena watak rakhman dan rakhim ini watak esoteric, watak  sejatinya manusia dialam sana, dan  di alam sini.
Semua agama seharusnya menuntun jalan ke alam sana yang baik. 

Mahkota dari setiap sistem pengajaran dan pendidikan adalah perguruan tinggi, sebab perguruan tinggi sejak dulu bukan hanya lembaga pendidikan dan pengajaran untuk warga suatu bangsa, tapi juga berfungsi sebagai lembaga penelitian dan lembaga keilmuan, yang bisa  menjangkau jauh ke depan, bukan mencetak orang pinter untuk mendapatkan income yang tinggi, tidak peduli si employers (pemakai jasa ilmunya)  merugikan masa depan umat manusia.
Lembaga Perguruan Tinggi berlomba lomba menjual pepesan kosong, gelar gelar kesarjanaan yang tanpa prestasi jelas dalam dibidang bidang keilmuan, hanya untuk mendapatkan dukungan financial untuk pribadi ataupun Organisasi.

Organisasi UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang bebasis keagamaan pun hanya menuntun kearah exclusivisme, kesalehan ritual dan melupakan hubungan keilmuan dengan pengabdian kepada ikrar hidup yang menuntun ke kesalehan sosial yaitu menjadikan dirinya Khalifah di Bhumi yang hanya dengan berperilaku rakhman dan rakhim terhadap sesamanya dan seluruh alam, malah pada memakai UKM sebagai anak tangga memanjati kepemimpinan masyarakat, meraih ketokohan Pempinan Nasional untuk  korupsi triliunan rupiah. 
Tidak heran kader-kader semacam ini hanya mampu mempunyai pengikut yang doyan bayaran fanatic dan beringas, menyebabkan orang segan mengeluarkan pendapat yang santun dan tapi mengeritik perbuatan mereka yang hanya mampu menjadi oknum Pemimpin yang begini saja.

Bila beberapa generasi sesudah kaum militer berkuasa, bangsaku ini tidak menemukan jalan untuk sekuat tenaga mencurahkan ilmu dan teknology guna membangun infra structure myarakat maju secara mandiri, membangun masyarakat yang peka  terhadap keadilan, mengesampingkan nafsu egoisme yang corrupt, yang semua ini harus ada dalan silabi pelajaran agama, juga mengendalikan kepentingan pribadi demi Bangsanya, maka Republik Purapura adalah Negera dari Bangsa yang gagal, sebab pendidikannya hanya menghasikan generasi penerus yang koruptor dan pemuja hedonisme. (*)

Kamis, 17 November 2011

Dimanakah Engkau Nyiur Melambai?


Dongeng  mengenai  Kelapa (Cocos nucifera L)

Tegakan pohon Kelapa (cocos nucifera L) secara cepat semakin menghilang dari hamparan dataran rendah bumi Pulau Jawa, dan mungkin segera  semakin menipis di pulau-pulau lain, akhirnya menghilang juga. Siapa mengira bahwa irama lagu “Rayuan Pulau Kelapa” yang selalu menyertai  saya dalam melakoni hidup yang paling unik,  belajar dan menjadi pintar di negara Uni Sovyet -yang pernah ada-, pada kenyataannya sekarang tahun 2012, sudah sulit ditemukan  pantai dengan nyiur melambai di Pulauku sayang  Pulauku yang malang ini, Pulau Jawa.
Mengapa ya ?
Cocos Nucifera L termasuk tumbuhan berkeping satu    (Monocotyledone) biasanya tumbuhan golongan ini sangat canggih dan piawai dalam hal mendayagunakan biji - bijinya untuk mempertahankan speciesnya.  Buah kelapa di-design  sangat canggih dan teliti untuk pelayaran skala Samudra yang makan waktu berbulan-bulan, bayangkan.
  Biji dengan lembaga yang terbungkus oleh tempurung, “bronenosyed”/ iroclad, yang super kuat, tempurung yang tak tembus air, hanya ada satu lubang kecil untuk mata tunas tunggal (jarang bermata tunas kembar/jamak) kemudian mata tunas ini dilengkapi dengan endosperm/ persediaan makanan yang  unik, “daging buah” yang berupa lapisan spheric menempel pada tempurung berisi lemak, karbohydrate, protein dan segala yang diperlukan embryo, malah lapisan spheric berupa bola ini berisi cairan   dengan mineral yang diperlukan lengkap dan glukosa  senyawa  alkaloid antara lain tannin  dan lainnya (penting untuk pengobatan sebagai penurun panas)  seluruh larutan ini  bertekanan osmose persis sama dengan tekana osmose darah kita, setara dengan  larutan 0,9 % Na Cl, steril lagi– konon bisa unuk cairan infuse !
   Atau obat haus setelah memboncengkan si do’i dengan sepeda kebo 25  km. dari Jogja ke ke Parang Tritis begitulah. Seluruh buah yang bulat ini masih dibungkus dengan pelampung sabut serat dan gabus dan kulit luar yang licin tahan air dan memantulkan sinar Matahari (mungkin supaya tidak over heated selama berbulan-bulan terapung dilaut terpanggang sinar matahari).
  Jadi tidak heran  tegakan Nyiur merupakan landmark garis pantai  yang berpasir wilayah tropis, sedangkan pantai berlumpur didominasi oleh mangrove/bakau,  nama latin nya penulis belum mencari,  cari aja di internet.
  Sayangnya design alat perkembang-biakan generative: buah kelapa ini,  buah  berisi biji guna mempertahankan species yang super hebat ini, tidak diimbangi dengan adanya tunas vegetative yang malah tidak ada  seumur-umur di seluruh “tubuh” pohon kelapa,  hanya  ada satu  di ujung batang paling atas, yang menghasilkan organ daun, dan organ generative bunga dan buah. Ujung ujung akar juga punya jaringan titik timbuh akar, akan tetapi tidak bisa menghasilkan tunas batang dan daun. Lain dengan tanaman sukun/ bread fruit  tidak berbiji (Artocarpus artilis Fosberg atau Soccus lanosus Rumphius.)  atau buah Kledung/ Kesemek  (Dryospiros khaki L) yang akarnya bisa menghasilkan tunas batang.
Pokok nyiur dalam situasi extreme yaitu tanah yang becek, kelebihan air terus menerus, bisa membentuk titik tumbuh akar di ketinggian beberapa meter dari tanah, itu saja, sayang sekali.
Bayangkan.
Bila ada kerusakan di titik tumbuh batang teratas satu satunya ini, maka pertumbuhan berhenti, titik.Yang berarti tidak ada  daun dan tandan bunga baru,  juga tidak ada tunas dari bawah seperti bamboo atau  pisang.  Lha bila tidak terbentuk daun baru bagaimana hidup pokok kelapa ini bisa berlanjut?
Semua menua dan tidak ada jaringan muda pengganti, berarti mati, ahli ilmu pengetahuan tumbuhan dan praktisi bidang petanian tidak berdaya sama sekali menolong Pohon Nyiur yang secara perlahan tapi pasti  ini mati, dan kejadian menyedihkan didepan mata ini meluas dan massal, dongkol enggak ? 
Kejadian ini  terus menerus  setiap hari di luasan Pulau Jawa sepanjang pantai, di ngarai dan  perbukitan  dataran rendah, sehingga mereka yang dalam perjalanan dari ujung timur pulau Jawa daerah Banyuwangi sampai ujung barat daerah Banten. Apalagi sepanjang pantai utara, akan melihat Nyiur melambai makin menghilang saja,  di beberapa  ruas perjalanan  kadang masih ada lambaian selamat tinggal dari daun-daun Nyiur yang nampak tergunting rapi mebentuk huruf V terbalik, bekas lobang  bor si hama pembunuh, karena beberapa bulan kemudian pokoknya pasti akan mati, sedih.
Ada hama, bangsa Kumbang (Coleoptera) yang khusus perusak pucuk pohon kelapa dan bangsa Palmae yang lain, yang menjadi penyebab matinya titik tumbuh pucuk yang membentuk  bakal daun dan bakal tandan bunga ini, yaitu kumbang Oryctes Rhinoceros L dan satu jenis lagi yaitu Rhynchophorus Sp. Dua species Kumbang ini berkerja sama secara kompak seperti Gayus  si Penarik pajak dan Cyrus si Jaksa, hanya yang pertama  khusus merusak umbut  kelapa (bagian batang kelapa paling atas yang rasanya manis lunak, enak dimasak sayur gudeg atau sayur lodeh), yang kedua memanfaatkan lubang gerekan untuk makan dan bersarang.
  Si Oryctes Rhinoceros dengan tanduk tunggal seperti badak, membuat lubang lewat pelepah muda tembus hingga ke umbut kelapa, makan umbut dan minum nira  manis.  juga  kemudian nira beralkohol  ditenggak ramai-ramai secara berjama’ah sampai puluhan,   sesudah luka  di umbutnya mengering lubang gerekan ditinggal, cari pokok kelapa yang lain. Si Oryctes Rhinoceros ini, sudah dasarnya pemerkosa, juga  pemabok lagi, mestinya  lembaga pertanian resmi pemerintah membuat aturan agar Oryctes Rhinoceros untuk diburu ramai ramai, selamatlah tanaman kelapa.
  Lubang menganga yang penuh sisa makanan menjadi sarang bakteri dan cendawan,  membusuk, kehangatan  dan kelembaban yang dihasilkan menarik kumbang  hama kumbang kedua, partnernya Rhynchophorus sp. dengan tanduk sepasang seperti kerbau, untuk membangun love nest betulan, kawin dan bertelur puluhan akan  menetas menjadi lundi/uret /larvae dan makan sisa sisa jaringan umbut yang meragi juga menggerogoti jaringan lunak di seputar lubang sarang,  hingga akhirnya mematikan sel-sel di titik tumbuh apical yang satu satunya, maka kemungkinan pulihnya titik tumbuh satu satunya menjadi nol.
  Maka beberapa lama setelah para generasi muda si Cyrus alias Rhynchophorus ini menyelesaikan metamorphosisnya dengan  moulding/ berganti kulit beberapa kali, dan menjadi kumbang,  lantas ya “do swidania” terbang dan kawin, mencari bekas gerekan si  Gayus -pertnernya  tukang ngebor untuk bertelur yang menetas menjadi puluhan lundi/uret/larvae lagi. Maka Republik muda yang penduduknya  bergerombol di pulau Jawa  ini semakin kehilangan tegakan kelapanya di pulau ini. 
  Kemungkinan besar  juga akan terjadi di untaian Zamrud Katulistiwa yang lain segera, berkat kejorokan hunian penduduk yang membangun kota dan pasar, pabrik-pabrik pengolahan pangan  sepanjang jalan trans Sumatra, trans Sulawesi, trans Kalimantan, menimbun sampah yang kaya karbohidrat tanpa rasa bersalah.
  Kami  Agronomist ini sebenarnya tidak terlalu bodoh, dari sana sini kami tahu bahwa musuh alami serangga adalah cendawan, dan memang ada jenis cendawan, bakteri dan virus yang jadi musuh bebuyutan kumbang laknat ini. Tiga puluh  tahun yang lalu dimasa Orde Baru, sudah dicoba, dicanangkan, disuluhkan dengan percontohan mengenai metoda dan caranya mengendalikan hama kumbang ini menggunakan musuh alami. Cara biologis.
   Akan tetapi segala tata laksana di lapangan tetap menurut pola bagaimana masyarakat ini di kelola, tigapuluh dua tahun  Despotisme dan ABS (asal bapak senang) a’la Orde Baru, jadi semua kelihatan baik di kertas dan waktu kunjungan Petinggi Negara, ini  mungkin sampai sekarang,  karena yang paling berkepentingan,  masyarakat tani tetap diam, cuek bebek. 
  Himpunan-nya dan Kerukunan Tani-nya,  hanya  bicara politik - yang artinya kekuasaan si Dalang yang punya uang, tanpa ada contoh perilaku bermasyarakat tani yang rukun. 
  Lha mosok, Oganisasi Himpunan Tani yang Cabang dan Rantingnya sudah terbentuk di setiap Kecamatan dan Desa yang penggeraknya adalah sosok-sosok Kontak Tani Andalan (kebanyakan Tengkulak dan oportunis desa ) yang telah diseleksi , sangat piawai  menghafal  P 4 a’la Orde Baru, kok dijual  kepada sosok Politik yang membutuhkan dukungan formal yang luas untuk mendaftar jadi Capres- mirip  Liga sepak bola – si Belang menjual pada si Loreng - ndak ada hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat tani.
Bayangkan.
  Di satu sisi  satu cara  pengendalian  Gayus  Oryctes ini sudah jelas, mudah dan terbukti effective dan terjangkau biayanya, pembiakan musuh alami cendawan Trichoderma atau Breveria, sangat mudah  dengan media buatan (seperti membuat tempe) kultur murni ini kemudian disebar ditempat-tempat yang disenangi oleh Oryctes rhinoceros L saat mereka bertelur pada pergantian  musim, mudah kan. Semua sudah ada petunjuknya tercetak rapi an tersebar diseluruh desa desa katanya, atas beaya APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Hanya oleh karena terlalu sering spora cendawan ini dihasilkan dari biakan dengan media buatan maka tingkat virulensi (keganasan) untuk mematikan  larvae /lundi/uret Oryctes  ini mudah menurun hingga tingkat mortalitasnya tidak memuaskan. Itu saja cacatnya. Agar  membuat virulensinya tetap tinggi harus menggunakan media larvae Oryctes juga, yang bangkainya penuh spora cendawan ini akan tetap ganas membuat larvae/lundi mati.
  Di sisi yang lain yang sangat penting sekali: tidak ada motivator(s), organisasi penggerak di pedesaan  yang mampu menggerakkan peran serta petani,  sehingga  membuat  petani kurang semangat untuk mencari uret/larvae Oryctes, kenyataannya capek dan ndak ada jaminan pohon Nyiur miliknya sendiri  yang hanya beberapa pohon, tidak diserang oleh Oryctes yang terbang bersama angin atau menumpang truck angkutan dari tempat yang jauh dimana usaha pengendalian belum dilakukan. Mengapa hanya si tukang ngebor Oryctes ini yang harus dicari sarangnya  secara ramai-ramai? Karena tanpa kekuatan  menggerek si pendosa  si Gayus Oryctes ini yang mulai, tidak ada Cyrus  Rhinchophorus  akan bisa bersarang.
  Ada lagi cara biologis yang murah tapi harus masal  juga, untuk mengendalikan  populasi algojo pohon kelapa ini,  paling mudah  dengan cara biologis yang lain ini, yaitu dengan virus. Hanya dicari tempat lundi/uret/larvae-nya,  dimana si Gayus Oryctes  suka bertelur demi masa depat lundinya, ditempat timbunan sampah yang kaya dengan karbohidrat, sebangsa tepung dan gula (timbunan sampah dapur/rumah tangga, sampah pasar, tumpukan potongan batang tebu sisa pembuatan bibit stek, sampah pengolahan tapioca dan dan timbunan sampah proses pemutihan beras dll)   semua timbunan sampah yang kaya karbohdrat ini harus cukup lembab seperti biasanya.  Bisa dipastikan  ini hasil kejorokan manusia, karena di timbunan kotoran ternak tidak disukai mami tukang bor ini.
  Apabila petani sudah bisa memelihara larvae Oryctes rhinoceros ini (tidak sulit)  maka larvae ini juga bisa di tulari dengan virus yang menyebabkan sterilitas kumbang jantan  yang dari larvae jenis Oryctes ini sudah tertular virus tanpa mematikannya, ada dua species yaitu virus Rabdion dan Virus Baculo, karena virus hanya bisa berbiak di jasad hidup.
  Tinggal melepaskan  kumbang jantan yang terinfeksi virus virus tersebut. Dengan menulari larvae nya, maka kumbang jantan   akan menjadi pejantan mandul sehingga melepaskan si  mandul ini di lapangan dimana banyak tegakan kelapa yang  lingkungannya tidak sehat  agar mengawini  calon mama Oeryctes rhinoceros,  kebetulan si play boy mandul ini malah lebih agresive dari yang normal, perawan Oryctes rhinoceros  yang kepincut play boy mandul ini sangat mendukung polygamy dan free sex, semoga Don Juan kita ini success berpoly poly gami-ria, seingga tegakan kelapa kita selamat. 
  Penularan virus Rabdion dan virus Baculo ini upaya untuk mengendalikan populasi pendosa penyebab utama kerusakan secara jangka panjang.  
Mudah kan ?
  Siapa bilang,  kenyataannya di masyarakat yang Pimpinan-nya Pejabat corrupt, akibat dari korupsi dan akibat dari akibat korupsi, organisasi masyrakatnya hanya proforma,  bersifat pura pura, seolah olah, bahasanya euphemisme,  tulang punggungnya uang,  dana organisasi apapun adalah untuk jadi sasaran penilepan berjama’ah, persis seperti Panitia Panitia di PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia)  di DPR  dan DPRD bahkan Panitia Penyelenggara Haji, semua terinfeksi tukang tilep, organisasi kemasyarakatan apapun tidak bisa menggerakkan masyarakat ke arah yang menguntungkan masyarakat sendiri. Rakyat terlanjur apatis.
  Bagaimanapun,  pengendalian hama  ini  harus secara masal dan serentak secara consistent agar bisa berhasil, apabila    menghimpun  peran serta masyarakat  sulit bisa jalan,  meskipun dengan metoda dan cara semudah  dan semurah apapun, maka pupuslah harapan untuk melihat Nyiur melambai di pantai -pantai  pulau Jawa,  pasti juga di pulau-pulau lain, dimana sampah organik yang kaya karbohidrat tetap seperti sekarang, dan masyarakat tani belum  kompak dan solid berperan serta mengimbangi dengan upaya pengendilan hama yang diakibatkannya, artinya si bodoh dipimpin oleh si pandir. 
  Sementara pohon Nyiur mati satu demi satu tanpa pandang bulu, dengan lambaian selamat tinggal daun Nyiur yang nampak lidinya seperti digunting  mirip seperti stripnya sersan, tanda telah tergerek umbutnya, tinggal tunggu  si Cyrus yang mematikan , amat sedih. 
  Ya maklum  pulau ini penduduknya terlalu padat,  delapan puluh persen petani,  anak cucu petani  sudah tinggal di hunian kota, perilakunya  ya sama – hidup seperti di desa, jorok,  lagipula problem sosialnya  yang banyak tidak  terselesaikan secara jujur dan adil, kok diharapkan berperan serta,  meskipun ini belum pembangkangan social, ---- wis embuh, ada kawan-kawan yang bilang ke saya; daripada jadi  Agronomist enak jadi  Leveransir Project  Pemerintah apa saja – muda kaya - tua  diangkat jadi Pemimpin Ketua  apa saja – mati  puas, masuk surga, Naudzubillah min dzalik...(*)     
(Ir.Subagyo, M.Sc- Alumni S1 dan S2 Ilmu Pertanian dan Agroteknologi Universitas Patricia Lumumba, Moskwa Russia)

Selasa, 15 November 2011

AVOCADO ( Persea americana L)




AVOCADO atau Alpukat (Persea americana L) dalam bahasa Indonesia termasuk familia Lauraceae. Buah ini berasal dari Amerika Selatan tropic paling banyak di Mexico, Columbia, kepulauan Caribia dan lain Amerika Latin yang beriklim tropis. Karena asal buah ini dari sana, maka buah ini dijadikan makanan, sebagai salad dengan sayuran dan buah-buahan yang lain, teman makan ikan, udang maupun daging, tidak asing dengan bumbu asin, asam manis, maupun campuran minunan yang umumnya manis.  
  Daya gunanya hampir sama dengan penggunaan kelapa dalam memberikan sumbangan gizi  terutama lemak nabati, hanya Avogado atau alpukat atau pokat ini disajikan masak lalami, atau dipanaskan sedikit, atau tidak pernah dipanaskan, langsung dimakan dalam kedaan masak, mentahnya rasanya pahit, bila dipanasi artinya direbus atau digoreng rasanya berubah menjadi pahit.
   Buah ini dianjurkan untuk penderita diabetic karena gulanya hanya 0.66 persen, dainjurkan untuk mengurangi cholesterol jahat (HDL) karena lemaknya adalah mono-unsaturated fat (LDL). Mengikat radikal bebas, mengandung serat yang cukup (silahkan baca di Wikipedia). Di Amrika Serikat, Avocado jadi buah yang digemari sebagai salad, paste, juice dengan berbagai rasa dan ditanam di California, Florida, sampai ke  Texas karena harganya sangat menjanjikan.
  Menurut Wikipedia yang saya baca, import dari Mexico th 2005/2006 sampai mencapai 130 000 ton, setelah NAFTA diratifikasi tahun 1994, yang pada prakteknya ditaati dengan alot. Dari sumber yang sama,  dengan  NAFTA (North American Free Trade  Agreement), Mexico menginginkan lebih bebas mengeksport avocado nya ke US  disambut dengan keengganan yang dicari-cari oleh fihak AS dengan alasan import  ini bisa membawa bibit hama lalat buah (fruit fly -Dacus spp ?) Pemerintah Mexico sampai mau membeayai petugas dari USDA untuk mengadakan inspeksi di Mexico untuk tujuan ini. USA masih alot, lantas janji hanya mengexport ke Negara Bagian  di Timur Laut saja dan pada musim dingin sehingga sisa sisa fruit fly/lalat buah  mati kalaupun ada, e..e masih masih enggan juga, setelah diancam dihambat export jagungnya ke Mexico, Chile dan Amerika Latin yang berkepentingan, baru si Paman Sam dengan berat membeli avocado dari Amerika Selatan, exporter terbesar adalah Mexico dan Chile.
   E..e.. lha di sini malah dengan gampangnya import jeruk dari Pakistan yang insektisida Chlorinated hydrocarbon (bangsanya DDT) pun masih dipakai, pokoknya importirnya dapat harga murah. Dari daftar produksi buah avocado tahun terakhir (kok ada ya data macam ini ) juga dari sumber yang sama sebagai berikut:
-Mexico 1.040.390 Tm ( ton metric ?)
-Indonesia 263.572 ton
-USA 214.500 ton
-Columbia 205.811 ton
-Brazil 175 000 ton
-Chile 163 000 ton
-Dominica Rep. 140.000 ton
-Peru 102 000 ton
-China  85 000 ton
-Ethiopia 81 000 ton
 Saya tersanjung sekaligus curiga, Indonesia kok nomer dua terbesar sebagai produsen Avocado?, biasanya  untuk negeri kita, nomer-nomer urutan teratas ini buat urutan kategori Korupsi, Pemberi suap, birokrasi yang buruk, kematian ibu dan bayi pokoknya yang jelek-jelek.
  Anehnya dalam daftar yang saya kutip dari Wikipedia ini Philipine kok ndak ada,  juga Negara yang sangat maju dalam produksi buah buahan di Asia Tenggara yaitu Thailand juga tidak ada.
Padahal Phillipine dan Indonesia itu iklim dan tanahnya ya sama dan telah ratusan tahun setelah lepas dari penjajahan Spanyol jadi anak buahnya Paman Sam sudah ada dua abad, kok Del Monte tidak membuat perkebunan Avacado disana ya ?
  Padahal menurut Wikipedia perkebunan Avocado di California dekat San Diego cuma 24. 000 Ha, yang di Florida sampai Texas ya lebih kecil. Setelah Phillipine merdeka masa sih tidak tertarik mengexport avocado ? Paling kurang ya melayani export ke Jepang yang lebih dekat, dan budaya makannya sudah sebagian ”Americanized” dan dari dulu akrab dengan rasa hambar.
 Mungkin ditakut-takuti tidak ada yang kapal mengangkut, peraturan USDA ketat lha nanti sampai ditempat busuk dll, emang nggak sedang kaya, enggak lagi bokek, si Paman ini ya raja tega  dan pelit dan egois, saya ingin pembaca mencari tahu tentang ini. Bila mengenai angkutan kapal, wong dari kepulauan Antillen, dari Bahama saja, pisang “Gross Michel” pisang “Cavendish” dari perkebunan mereka (Mama Yunai- maksudnya United Fruit Company) bisa diangkut dengan kapal khusus berpendingin  sampai ke pelabuhan pelabuhan di Europa, lha sekarang malah ada super jumbo jet ?
  Malah buah Kiwi dari New Zealand yang di sodor-sodorkan sebagai buah yang mengimbangi kemewahan salad di dalam Intercontinental flight Super Air Liner.
Ah, kok ngurusi orang lain, lha kita ini lho, wong produsen Avocado, Alpukat, Pokat, nomer dua (nurut daftar di Wikipedia) kok cuma begini  saja. Menggunakan Alpukat dalam diet sehari hari ya tidak, memasukkan dalan komponen rujak ya tidak, menjual es Alpukat ya kalah dengan es Degan yang dimana-mana sepanjang tahun, apalagi memasukkan dalam ingredient sayur lodeh kayaknya kok engak. 
  Seingat saya, selama ini mulai tahun 1945 puncak kemiskinan setelah dijajah Jepang, Alpukat tidak dikenal di pasar-pasar kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, akan tetapi pasar-pasar  kota kecil dekat perkebunan perkebunan kopi Kakao dan Karet mungkin ada, penangkaran dari biji tanaman milik Belanda tuan-tuan Kebun, orang sana cenderung tidak suka Alpukat karena mungkin mereka biasa dengan buah yang rasanya manis atau asam atau buah yang dijadikan sayur, sedang Alpukat  hambar atau gurih saja, tidak bisa disayur.  
  Perkembang-biakaannya sebatas ditanam dari biji, jadi berbuahnya luaama..., lagi pula jaman itu transportasi sulit sekali, jarak 50 km atau 60 km saja tidak terjangkau oleh petani untuk menjual buah-buahan, apalagi buah yang diragukan penggemarnya seperti Alpukat. 
   Lain dari jeruk  Mangga, Rambutan, Pisang, Salak, Durian yang makin hari makin  banyak  kultivar yang trendy, diperbanyak dengan fotocopy, artinya ya dicangkok, ya di okulasi atau disambung, nurut aturan budidaya tanaman yang seharusnya, sejak zaman Belanda. 
   Sebenarnya perkembang biakan tidak dari biji ini disamping individu generasi  berikutnya adalah “clone” dari induknya ( photocopy) juga memperpendek penantian  waktu pembuahan.
Sel-sel meristematik dipucuk batang dan cabang membelah dan membelah diri  menurut azas sel yang membelah memberikan separo belahan dari setiap  chromosome yang ada, maksudnya dari 2n menjadi 2n juga, merupakan pembelahan  sel secara vegetatip.
Tumbuhan meninggi membesar berkat pembelahan sel seperti ini, artinya  tumbuh secara vegetatip.
Untuk tanaman Alpukat dari biji, mulai biji disemai sampai berbunga memerlukan pertumbuhan vegetatip selama empat lima tahun atau lebih, bila dihitung berapa kali sel-sel pucuk ini membelah diri secara vegetatip, bisa juta-juta kali.
  Hukum alam ini merupakan penambahan kuantita, seperti kita menumpuk batu. Pada suatu saat batu-batu itu begitu banyak, begitu tinggi sehingga kita menamakan bukit, berubah dari kuantita menjadi kualita yang baru. Ini hukum alam yang universal.
  Seperti halnya kita memanasi air  sepuluh, limapuluh, sampai sembilan puluh derajad  Celsius, masih berupa air, akan tetapi sampai 100 derajad berubah kualitasnya samasekali berubah menjadi uap air. Artinya kauntita panas sampai 100  derajad Celcius secara mendadak kualitas air berubah mendadak -menjadi uap air. Kuantita panas tertentu merubah air menjadi uap  air – kualita yang air, suatu kualita air yang baru.
Begitu pula pembelahan sel-sel meristematik pucuk batang maupun cabang, setela sekian juta-juta kali membelah kuantitatip, sel-sel akan mampu berubah secara kulitatip, jadi pembelahan reduksi – membentuk bakal biji – membelah secara reduksi  dari '2n'  chromosome menjadi 'n' chromosome, artinya dikala membelah jumlah  chromosomnya dibagi dua, dari '2n' jadi 'n' chromosome.
Setelah pucuk batang atau cabang ini mampu berubah cara membelah dirinya dari '2n' menjadi sel generatip dengan 'n' chromosom, selamanya pucuk batang atau cabang itu mampu membuat sel generatip alias membentuk biji, buah dan bunga yang artinys organ generatip, tanpa bisa mundur  lagi, melainkan mengulang cyclus lewat biji.
Hukum alam yang berlaku universal ini sayangnya tidak pernah ditegaskan di buku buku Pertanian.
Dengan memilih cabang atau batang di pucuk-pucuk  yang pernah berbuah untuk diambil sebagai mata tunas atau entrys untuk di okulasi atau untuk disambungkan, pasti lebih cepat berbuah atau segera berbuah setelah pohon sambungan itu cukup kuat mencari hara tanah. Sayangnya watak yang universal ini tidap pernah ditegaskan oleh ahli petainan kita yang belajat dari Prof Ochse dan anaknya, dari Alm.Slamet Suseno yanfg suka nulis perkara buah  buahan.                                                                                     Sebaliknya bila mata tunas yang kita pilih untuk diokulasikan atau cabang untuk disambungkan dari cabang air yang tumbuh dari bawah ya harus menanti lebih lama untuk berbuah, tergantung kapan tunas ini atau cabang air ini dibentuk oleh pohon induknya, bila dibentuk pada waktu umur setahun ya harus menunggu sampai empat tahun  sambungan atau okulasi itu berbuah, begitu juga bila mata tunas terbentuk pada saat berumur tiga tahun, tinggal menanti dua tiga tahun lagi, bagitu teorinya, Makanya bila kita sambungkan cabang dengan beberapa mata tunas yang di pucuk tanaman yang pernah berbuah akan jadu tanaman pot yang bisa segera berbuah, itlah pentingnya upaya nyambung tanaman (grafting) dan (occulasi menempel mata tunas).                                                          Menanan tanaman bisa diremajakan dengan menumbuhkan tunas yang dibawah, alias dipotong/ ditebang, ditumbuhkan tunasnya, tidak perlu ditanam lagi dari biji. (Jangan pernah mencoba meremajakan pohon Jati –Tectona grandis L- sebab pepatah Jawa mengatakan tunggak jarak mrajak tungggak jati mati, memang benar).
Perubahan dari kemampuan sel membelah vegetatip ke kemampuan pembelahan generatip bisa tergantung dari factor factor yang harus ada, mulai dari saat pertama tumbuh dari biji.
Ini merupakan pengetahuan yang dicatat untuk setiap tanaman berlainan. Mungkin temperatur yang sangat rendah untuk beberapa saat, mungkin panjang siang hari yamg lebih dari 12 jam, tidak heran bila sementara tanaman sub tropic tidak berbuah bila ditanam di wilayah tropic. Tapi hal ini tidak menyangkut avocado di wilayah kita yang sesama wilayah tropic dengan wilayah asal Avocado.
   Tinggal apakah tanaman budidaya Avocado masih bisa diperluas pasarnya, tanpa menjadi terlalu murah,  mestinya bila akan dibudidayakan ya harus cepat berbuah, jadi ya carilah bahan mata tunas atau ranting dari pohon yang unggul dan pilih cabang atau mata tunas  dicabang yang pernah berbuah. Sambungan celah cara menyambung kopi bisa dikerjakan dengan batang bawah tunas biji apokat yang baru tumbuh asal diameter pangkalnya berhimpit pada lembaga biji yang ukurannya sebesar kepalan bayi, tidak lebih kecil dari  kelingking.
   Betapa inginnya saya agar lebih banyak dan makin lebih banyak mereka yang langsung berurusan dengan Desa dan tanaman,  bisa mengokulasi tanaman dan menyambung tanaman, sudah  menggunakan semua kebaikan hibridisasi vegetative yang tidak bisa perkirakan kecuali sesudah dicoba. (*)                                                                                                                                                                                                                                                                               

    

Minggu, 13 November 2011

TANAH LEMUNFG ITAN pONPORO VERSUS BUPATI

  Wilayah Kabupaten Ponorogo yang merupakan kaki dua Gunung api yang sudah lama tidak aktif yaitu Gunung Wilis dan Gunung Lawu persisnya di lereng Selatan, artinya sebelah Barat Daya Gunung Wilis dan sebelah Tenggara Gunung Lawu, berbatasan dengan Kabupaten Pacitan di sebelah Selatan dengan pegunungan kapur Selatan, ada hamparan tanah lempung hitam yang sangat lengket. Tanah ini  berwarna hitam ke-abu abuan, dan  hitamnya dalam keadaan basah makin pekat.
    Orang pinter menamakan tanah ini tanah Grumosol, saya belum menyebutnya demikian di tulisan ini, karena belum mengkonfirmasi dengan Lab. Tanah. Pada zaman keemasan industri Gula hamparan tanah ini tidak terpilih jadi lahan Tebu, karena waktu itu, agak sulit membangun pengairan teknis di lahan ini. 
   Ciri khas tanah ini sangat liat ( komponen clay-nya sangat besar). Membentuk  Rekahan-rekahan bila musim kering, konon lebar rekahan ini ada yang segenggaman tangan, dengan kedalaman sampai 50 cm. Kesannya kemarau  di wilayah ini sangat kering, padahal biasa saja, malah semua pepohonan pada  puncak musim kering masih segar saja, meskipun kebanyakan rerumputan pada mati, sebab water holding capacity artinya daya meemegang air tanah berlempung  berat ini sangat besar.
 Dari dahulu petani daerah ini mengerjakan tanah pada musim kemarau, ya setelah hujan habis kira-kira enam bulan dimana tanah merekah, beberapa orang bekerja  sama mendongkeli bongkahan sebesar kepala Kerbau tanah lempung ini sambil  membaliknya, akhir musim kemarau tegalan dan sawah rata merupakan hamparan
bongkahan tanah besar besar, hanya di bawah pepohonan besar di lapangan seperti  Mangga dan kayu-kayuan disana agak kecil bongkahan yang bisa dibalik di bawah  pepohonan itu, mungkin agak ke dalam, rekahan tanah liat ini  dipegang oleh  perakaran pepohonan besar.
  Bagusnya belakangan ditemukan bahwa air tanah/serapan permukaan, agak dangkal dapat dipompa dengan impeller (kipas pompa air) diatas, jadi permukaan air sumur ini dipastikan kurang dari 9 meter, namanya “sumur pantek”. Pompa dengan impeller di atas tanah ini digerakkan oleh mesin kecil saja 3 – 4 PK dengan debit 3-4 liter per detik saja.
  Setiap petak sawah tadah hujan ada satu sumur pantek, secara bergilir, mesin bisa  dipindah-pindah, dari satu sumur ke sumur lain. Pada musim hujan, di petak sawah tanah ini  setelah tiga bulan musim pancaroba segera menjadi genangan air dan langsung ditanam padi, maklum air hujan tidak mudah terserap kebawah,  jaman solar masih murah karena disubsidi, ya dibantu dengan pompa sumur pantek, supaya cepat bisa ditanam padi.  Dari musim pancaroba menjelang musim hujan, tanah bongkahan sekeras batu ini satu dua kali hujan saja hancur menjadi remah dan situasi ini biasanya digunakan untuk menanam sayur Terong, Jagung muda, Kacang, sebelum Padi, tanpa nengerjakan tanah apapun, sebelum menjadi bubur garu/mertakan lumpur untuk padi. Petani punya perhitungan agar masih tersisa waktu akhir musim kemarau, tanah masih sempat merekah dan segera dibalik dengan linggis, agar begitu hujan jatuh tanah sudah dikerjakan seperti mestinya.
  Bapak Bupati pada, Zaman Orde Baru, merasa bahwa dizaman Orde Baru “harus dipacu pembangunan artinya “Pambangunan yes, Politik no”. Tanah pertanian tidak boleh nampak nganggur,  nampak tidak hijau oleh tanaman budidaya sepanjang tahun, bila perlu di-bor lebih banyak sumur pantek dan mesinnya. Duit ? Gampang kredit dari Kabupaten. Jadi tiga empat bulan  terakhir dari musim kering yang mestinya untuk mengerjakan tanah (sebab seluruh musim hujan kecuali dijadikan bubur, tanah ini sangat lengket, sulit di cangkul atau di bajak). Waktu yang tiga, empat bulan itu waktu mengerjakan tanah inipun diperintahkan untuk dimanfaatkan bagi tanaman umur pendek dibantu dengan pompa misalnya Kacang Hijau, Mentimun, atau panen Padi dimajukan guna menanam Kedelai. Akibatnya tanah tidak pernah berkesempatan untuk merekah sepenuhnya dan dibalik dengan linggis dan gancu oleh petani.
  Selama dua tahun berhasil baik, sepanjang tahun tanah pertanian wilayah tersebut nampak hijau berkat perintah Pak Bupati. Pada tahun ketiga, kedelai penanaman pertama daunnya nampak kekuningan, kegitu juga sajuran seperti Terong, Tomat.
  Dinas Pertanian kalang kabut, analisa terhadap hilangnya rekahan tanah dianggap  melawan perintah Pak Bupati, lantas menganjurkan ditambah pupuk KCL bahkan  KNO3, sebentar menjadi hijau tapi pemudian gejala menguningnya daun kembali  lagi, akhirnya panen padi (tanaman kedua)  pun merosot tajam perakarannya jadi  coklat tua.
  Perintah Bapak Bupati ini dibawa angin entah kemana, akhirnya banyak kredit macet untuk pembelian mesin pompa dan untuk membeli pupuk tambahan. Pokoknya tiga atau empat bulan terkhir dari musim kering, petani  kembali membalik gumpalan keras rekahan tanah, meskipun nanti entah kapan bisa dibantu oleh traktor berat. Pertanian adalah Ilmu yang harus dipelajari dengan serius, sering kesalahan policy mengenai agronomy yang dibuat kini akan berakibat jauh kemudian, tidak langsung. Jadi seorang Bupati bisa ngawur tanpa ketahuan dan akibat negativenya dalam bidang agronomy yang ketemu kemudian, gaya militer  ya harus diturut,namanya dwifungsi.
  Saya ada sedikit heran, ada seorang militer kemudian pensiun menjadi Doktor Ilmu Pertanian tanpa penemuan apa-apa, ndak pernah bicara apa apa mengenai pertanian, padahal sudah bertitel doctor 8  tahun, dan duduk di kendali dikancah kesulitan produksi pangan sekarang, wong yang import lebih murah.
Akan lebih sedih lagi bila diamnya itu disengaja, karena pengabdiannya kepada Pasar Bebas, petani boleh nangis, cari komoditas yang ongkosnya murah dong, konsumen berhak dapat harga yang terbaik, itu bila bicara dengan ibu rumah tangga, tapi ngurus Negara ya lain dong.
  Dampak dari sector pertanian yang bangkrut akan menjangkiti daya beli 70 % masyarakat, dan akhirnya sangat berpengaruh ke turunnya penjualan produk industri barang kebutuhan juga, yang buruhnya terpaksa dirumahkan, tanpa pesangon wong kontrakan, mereka adalah konsumen produk sector pertanian juga.
Kalau ngawur, lebih baik bikin patung memperingati dirinya saja,  atau ngarang autobiography yang elok-elok, bila ngawurnya terjadi di bidang pertanian kan berabe dan efeknya jauh lebih mengerikan.
  Bupati Orde Baru memilih gaya militer ya  syah-syah saja, tapi tanah lempung hitam wilayah itu tidak bisa diperintah, bahwa rekahan rekahan besar dan dalam selama musim kering, sangat diperlukan, bahwa tiga atau empat bulan  bulan akhir musim kemarau itu untuk membalik tanah dan sekalian menjemurnya,    
bila diairi dengan pompa sumur pantek,ini sudah menang dua bulan dari temuan nenek moyang, berkat adanya pompa sumur pantek,  tanam padi lebih awal, atau tanam Kedelai lebih awal, setahun dua kali panen kan sudah memadai, Bupatinya pensiun, seluruh tanaman jadi kenderita, adunnya kuning.
  Tanah merekah kemudian dibalik dan dijemur, artinya memasukkan oxygen di kedalaman tanah yang perlu sekali untuk perakaran, udara tidak bisa masuk diwaktu tanah sudah tertutup oleh tanah liat yang sangat lengket, sedang kebutuhan oksigen oleh perakaran makin besar, sudah tidak ada kesempatan lagi, pupuk (N) dan K+ tidak bisa membantu.(*)




















Senin, 07 November 2011

TENTANG ILMU TANAH


Saya diajari Ilmu Tanah oleh Profesor dari school Rusia, tanah Rusia adalah kontinent bagian dari continent Asia   sub tropic sampai sub-arctic. Tradisi mempelajari Ilmu Tanah hampir sama dengan rata-rata perkembangan Ilmu Pengetahuan Europa sesudah zaman gelap, yaitu mulai zaman Renaissance.
Tanah adalah kerak bumi paling atas dan tanah tumbuh dari kegiatan alam dan kegiatan biology di permukaan bumi, mulai kerak bumi mampu mendukung kehidupan hingga kini. Pakar Ilmu Tanah Rusia nyaris menganggap “tanah” itu hidup, setidak tidaknya tradisi penelitian dan bermacam pola iklim dan vegetasinya memberi kesempatan luas pada sarjana mereka untuk mempelajari secara mendalam Ilmu Tanah, terutama di wilayah kekaisaran Rusia yang sangat luas.
Tanah bukan alat produsi yang selama diexploitasi lalu aus, sebaliknya exploitasi tanah menurut kaidah yang benar semakin diexploitasi semakin baik artinya semakin subur.
Sayangnya wilayah seluas itu sangat sedikit tanah yang dipengaruhi kegiatan gunung api yang aktif seperti wilayah “the ring of fire” dari circum Pasific, beriklim tropic seperti di Indonesia kita.
Sebaliknya di Amerika Serikat, menadadak saja mulai abad 19 telah dieksploitasi tanah-tanah pertanian perawan yang luas untuk komoditas seperti kapas, jagung dan gandum, merambah ke seluruh Negara yang luas sekali meliputi  wilayah tropic  dan dan subtropik. Merebut panen dari alam dan tanah diperlakukan sebagai alat produksi seperti alat-alat yang lain, artinya dalam exploitasinya ada maintenance dan ada umur exploitasi, jadi tanah diperlakukan seperti Bank, artinya apa yang diambil dari panen sebisa mungkin harus dikembalikan, tepat menurut rumus kimia.  
Dengan demikian tidak heran setelah 200 tahun banyak koreksi dan perbaikan perlakuan terhadap tanah-tanah pertanian mereka.
Dalam era Uni Sovyet pun, masih ada perbantahan antara Pakar Ilmu Tanah yang beraliran mengexploitasi tanah-tanah pertanian menurut irama dan harkat hidup tanah itu sendiri yang diwujudkan dengan mengembalikan sruktur dan kesuburan tanah dengan pergiliran tanaman menggunakan rerumputan Leguminosae pengikat (N) Claver (Trifolium L). atau Medicago sativa L  di satu fihak, dan di lain  fihak  melangkah lebih cepat dengan memupuk sesuai dengan yang diambil dari  panen, dengan pupuk mineral maupun buatan, mengurangi pergiliran dengan Trifolium atau Medicago.
Mestinya Rusia sekarang mengambil jalan yang hati-hati dalam mengexploitasi tanahnya terutama hamparan harta yang tak ternilai yaitu “tanah hitam” atau “Chernozom” di Ukraina dan sisi Europa dari Rusia.
Wilayah “Chernozom” ini tidak dibatasi oleh batas alami dengan Europa Barat, tidak dibatasi oleh batas alami denga Turki, dan suku suku bangsa dari tenggara, jadi sepanjang sejarah menjadi ajang penjarahan dan penaklukan, memperebutkan hamparan luas tanah subur ini.
  Orang  Rusia dan Ukraina termasuk Profesor saya tahu persis  tanah “Chernozom” dan tanah “Podzol” itu, nama-nama itu adalah kata kata bahasa Rusia, wong tanah Chernozom ini artinya “tanah itam” dalam bahasa Rusia,  termasuk yang tersubur di Dunia, kaya humus konon hingga 5 % berat  kering,  kecuali asam humic  ini tidak larut air tapi juga surplusnya  tertimbun jutaan tahun merupakan sisa penguraian bahan bahan organic setiap tahun (jadi bahan organic yang terjadi pada pusim semi dan musim panas, terurai oleh bacteri dan cendawan tanah masih sisa).
Lha tanah “Podzol” itu terjadi disekitar lanah iklim dingin sekitar 45 -60 derajad garis lintang, tanah yang tumbuh dibawah hutan pinus (Pinus silvestris L) dan berwarna abu-abu, sebab “zola” adalah abu dalam bahasa Rusia, jadi ya memang hanya ada di sana, konon reaksinya  asam pH 5 -6 dengan horizon C yang sangat dangkal 15 – 20 cm saja, biasanya dijadikan padang rumput atau ditanam kentang dengan hati hati, jangan sampai terlalu dalam waktu mengerjakan tanah, mereka heran  di lain tempat seperti di Indonesia kok ada.( Apa kita salah memberi klasifikasi ?).
  Mereka juga tahu penjelasan tanah tanah tropic seperti tanah “Lateritic” tanah hitam kita yang kita sebut “Grumosol”wong di buku buku ya ada.
  Saya kira posisi kita di Indonesia ini unique, kepulauan disabuk tropic, dan sangat dipengaruhi oleh kegiatan gunung berapi. Beriklim musson basah makin ketimur makin sedikit hujannya sampai di NTT, di Papua Barat lain lagi.
   Topografi Indonesia lain sekali dangan topografi lembah Amazone, meskipun sama sama di sabuk katulistiwa.
   Di Tanah tropic serasah organic diuraikan tuntas oleh bangsa cacing dan serangga tanah, nyaris tidak membentuk humus sedang di tanah subtropic  dan tanah iklim dingin serasah banah organic diuraikan oleh bacteri dan cendawan. Tentu saja hasil analisa (N) tanah tropic selalu kecil, sama sekali tidak subur menurut mereka.
 Tapi Guru -Guru saya di Russia mengatakan bahwa tanda kesuburan tanah bukan saja dari kandungan haranya, tapi dari intensitas siklus hidup vegetasi di atasnya.
  Di pulau Jawa saja, tanah  sangat dipengaruhi oleh endapan abu dan pasir gunung api, temperature dan kelembaban yang tinggi, karena hanya beberapa derajad di Selatan khatulistiwa, curah hujan yang tinggi dari barat lk 3000 mm/tahun agak kurang ke sebelah timur 2500 mm/tahun, berfluktuasi menurut arah lereng, mestinya pada umumnya batu induk tanah itu di horizon C di kedalaman tanah, disini kenyataannya bisa di horizon A, berupa bubukan batu, abu vulkanik makin ke atas makin muda, dia bisa terurai atau teroksidasi dengan cepat, mungkin tak terbayangkan oleh guru-guru saya.
Lagipula jenis muntahan abu/ pasir halus dari setiap gunung api ya beda beda kandungan unsur-unsur mineralnya, coba perhatikan bila jalan jalan seputar lereng gunung Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar, jelas pengaruhnya terhadap tumbuhan berdaun lebih hijau mengkilat  dibandingkan dengan dedaunan vegetasi liar dilereng gunung Merapi Merbabu,  dedaunannya hijau agak muda.
  Apa tidak sebaiknya kita punya nomenclature tanah sendiri nurut kegunaan praktis kita sendiri. Misalnya “tanah Kelud muda”  atau “tanah Merapi tua” artinya bukan tanah yang tertutup abu vulkanik letusan Merapi beberapa meter kemarin, tapi tanah sekitar Klaten, atau “tanah liat hitam Kendeng” siapa tahu bahwa tanah ini lain dari “tanah liat hitam Cermai” karena orang cenderung menamakan tanah “Grumosol” saja, yang kriteria kimiawinya, mineralogy dan biologynya pun  nyaris tidak pernah dikaji kesesuaiannya dengan nama tersebut. (*)

                                                                                                                                   

       

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More