Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 07 November 2011

RENUNGAN MENGENAI “TANAH” YANG SAYA TEMUI SEPANJANG JALAN.

Ilmu Tanah atau Soil Science sangat perlu bagi siapapun yang berurusan dengan Pertanian. Sayangnya ilmu ini tidak semudah membalik telapak tangan, karena dasar untuk menganalisa semua kejadian, misalnya akibat iklim, akibat topografi wilayah selalu menurut kaidah-kaidah ilmu kimia dengan segala cabangnya, sedangkan bahan baku yang menjadi subject adalah kerak bumi yang paling atas, sepanjang sejarah Geology. Orang harus bisa merenung dengan alur pikiran spanjang ilmu Kimia, sepanjang Ilmu Biology apa yang terjadi di hadapannya ( tanah) kembali jutaan tahun yang telah lewat, hingga beberapa minggu yang lalu, lantas kira-kira apa kemampuan dan kekurangan  (tanah) di depan kita ini.
Tentu saja harus dipelajari juga apa itu kerak bumi yang paling atas itu dengan Mineralogy dan Petrology, yaitu ilmu mengenai mineral-mineral dan ilmu mengenai bebatuan. Ilmu Tanah jadi sulit untuk dipelajari karena banyak sekali pendapat dari para pakar dan ahli-ahli yan tidak mengena bila dihafal saja, juga tidak kena bila kita tidak mengerti alur pemikirannya, semoga saja para pengajarnya cukup bijaksana, sebab karena apa dipersulit barang yang memang sulit, apakah sebaiknya dipermudah saja, tapi dirangsang untuk berani merenungkan (tapi jangan lama-lama, sebab bisa puluhan tahun lho), toh nantinya seorang Sarjana Pertanian harus mengadapi tanah selamanya ?  
  Seorang anak SD kelas enam sudah tahu bahwa Jawa Barat lebih banyak hujan dari Jawa Timur, tapi bagi saya setelah bekerja empat puluh tahun di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Indonesia bagian Timur, setelah itu sering tinggal di Kabupaten Bogor, baru mengerti perbedaan itu bukan saja dari hujan yang terlalu sering di sekitar Bogor, tidak ada batas yang tegas antara musin hujan dan musim kemarau, tapi juga di tanah-tanah yang merupakan endapan di lekuk-lekuk topogafis jang memungkinkan adanya “situ” dan “danau” kecil yang kemudian menjadi tanah endapan (tanah alluvial), di sekitar Bogor air tanah bisa ada dimana-mana dan cukup dangkal hingga puluhan meter, rasanya agak asam, dan agak sulit untuk menghilangkan bekas sabun.
Mungkin tanah yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung api jutaan tahun yang lalu hingga sekarang, hujannya hampir merata sepanjang tahun, menyebabkan kecepatan pelapukan abu dan pasir vulkanik yang tinggi, bebatuan vulkanik yang berupa debu maupun kerikil, yang kebanyakan dari bubukan bebatuan asam dengan cepat teroksidasi jadi Fe0, Fe203, Fe205 yang berasosiasi dengan air menjadi Fe +2 , Fe +3, dan bubukan batu ini secara terus menerus ditambah oleh kegiatan gunung api di sekitarnya.
Wilayah ini khusus bentuknya seperi lidah lidah alluvial jang panjangnya beberapa kilometer dan lebarnya dua tiga kilometer, bahkan menyempit, mungkin juga bulat telur, siapa tahu, dengan contour melandai ringan, agak rata, warna tanah coklat tua dengan porositas yang baik, meskipun berlempung (clay).
Kemudian Phospate ( H2PO4 -1) sebagai hara tanah yang termasuk macro element yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai komponen ATF dan ADF untuk mendapatkan energi dan pembelahan sel menjadi terikat atau terfiksasi oleh kation Fe. Makanya banyak wilayah sekitar  Bogor - Parung sampai Kebayoran Lama sampai saat ini menunjukkan kelaparan phosphate.
Saya Agronomist bukan Akhli Kimia, saya prhatikan di wilayah itu banyak rumpun pisang saba (Musa spp), plantain, “batang” nya luar biasa besarnya akan tetapi buahnya sangat tidak memadai, sangat kecil dan tidak bernas. Begitu pula buah-buahan yang lain, yang tidak stabil produksinya meskipun lagi musimnya, hanya semua pepohonan dari species yang sama, lebih besar dan tinggi dari yang saya temui di Jawa Timur.
Di wilayah yang lapar phosphate ini, sumber  phosphate dari senyawa organic, serasah tumbuh-tumbuhan yang tertimbun sejak dulu, dari sisa pelapukan abu vulkanik, yang oleh up take dari tanaman, sekian lama dipanen,  akhirnya juga makin menyusut.
Rasanya kelaparan kronis phosphate ini kok  tidak oleh leaching atau pencucian, dan berjalan sedikit demi sedikit, hingga tanaman dan manusia tidak merasakan, karena nyatanya phosphate konon tidak mudah berpindah tempat kayak unsur macro Kalium misalnya, paling tidak itulah yang ditulis di buku buku Ilmu Tanah.
   Saya juga tidak tahu, apakah adanya  wilayah yang merupakan lidah lidah area sekitar Bogor sampai ke Kebayoran Lama yang lapar phosphor ini sudah disadari oleh para Pakar llmu Tanah  jauh sebelumnya, sehingga tulisan ini merupakan “penemuan sepeda”, ya saya mohon maaf, banyak pekebun di wilayah itu tidak tahu bahwa tanaman di lahannya tidak normal, alias lapar phosphate, karena tumbuhnya baik, malah terlalu baik secara vegetative, tapi pembuahannya jelek dan posture tubuhnya me- raksasa. Konon tidak ada orang sempat menambah pupuk  (N) di sana.
  Yang jelas waktu kebetulan saya diajak oleh sahabat saya mengunjungi kebun rambutannya di wilayah Kebayoran Lama dan dia mengeluh kok rambutannya sekarang sesudah 15 tahun buahnya sangan jelek dan sangat berkurang, kebetulan ada gejala yang sama yaitu “pohon”(sebenarnya kan pelepah daun ya) pisang saba/pisang kepok/plantain kok me- raksasa dan buahnya tidak bagus, langsung saja saya menganjurkan dipupuk dengan SP 36 dua atau tiga kilogram per pohon, e e sesudah selesai bersemi dan berbungalah pohon pohon rambutan itu dengan lebatnya, Alhamdulillah.
  Setidak tidaknya dengan bio-essay yang dicomot dari perjalanan dan melihat sepanjang jalan, dengan sedikit perenungan sisa sisa rangka Ilmu Tanah, tanpa konfirmasi analitis Laboratoriun Tanah kok anjuran saya benar. (*)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More